Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Soetardjo Soerjogoeritno mengaku kaget dengan kemenangan tokoh GAM dalam Pilkada Gubernur Aceh dan dengan kememangan itu memudahkan adanya intervensi asing di masa mendatang. "Dengan kemenangan kelompok GAM akan memudahkan masuknya campur tangan asing di Aceh," katanya di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa. Dia berharap, pemerintah bersikap tanggap dan mengambil sikap positif untuk menyelamatkan NKRI. "Saya meminta agar dibangun komunikasi politik antara pemerintah dan pimpinan eks GAM di Aceh," katanya. Menanggapi isu munculnya intimidasi dari pihak GAM dan tersebarnya selebaran tentang referendum, Mbah Tardjo mengusulkan supaya Depdagri secepatnya mengirimkan tim klarifikasi untuk menyelidiki hal itu. "Apakah kemenangan itu dilatarbelakangi intimidasi atau memang melalui mekanisme yang demokratis," katanya. Pendapat berbeda disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II (bidang pemerintahan dalam negeri) Sayuthi Asyatri dari Fraksi PAN DPR. Dia mengatakan, kemenangan tokoh GAM merupakan suatu tanda yang baik. "Itu adalah realisasi tindak lanjut keinginan GAM untuk membangun Aceh, terutama dengan reintegrasi. Dengan kemenangan tersebut bisa memperkuat keterlibatan GAM dalam sistem bernegara dan berbangsa," katanya. Namun dia menyayangkan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terkesan "panik" dengan kemenangan GAM. "Mestinya Presiden jangan panik. Pemerintah seharusnya merespon hal ini dengan memberikan hak-hak masyarakat Aceh," katanya. Yang juga menyedihkan adalah masih dipergunakannya kata-kata `GAM` yang seharusnya tidak dipergunakan lagi. "Dengan persetujuan Helsinki, tidak boleh lagi ada kata-kata `GAM,` karena mereka sudah menjadi anak bangsa," katanya. Menurut dia, kemenangan tokoh eks GAM juga menjadi pesan yang jelas. Mungkin ketidakstabilan yang terjadi saat ini disebabkan karena ketidakcocokan aspirasi masyarakat Aceh. "Mungkin ada kesamaaan tujuan masyarakat Aceh dengan GAM, di luar soal kemerdekaan. Misalkan pengelolaan Aceh secara lebih transparan," katanya. Selain itu, dia menduga kemenangan GAM disebabkan karena masyarakat Aceh tidak menginginkan adanya elit daerah yang bisa diatur oleh pemerintah pusat begitu saja. "Dengan demikian, mereka bisa kuat menghadapi tekanan-tekanan dari pusat yang membuat mereka lemah," katanya. Dia membantah kemenangan GAM adalah bentuk `kekalahan` Indonesia. "Ini bukan referendum untuk memisahkan diri dari Indonesia. Sebab Pilkada ini adalah dalam rangka bersama-sama membangun NKRI," katanya. Sayuthi yakin, jika berpijak pada UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, maka siapapun yang menjadi kepala daerah di sana, sudah `dikunci` agar tidak melepaskan diri dari Indonesia. "UU tersebut sudah didesain dan dihilangkan kemungkinan untuk memisahkan diri. Jika rakyat Aceh makmur, maka menguatkan NKRI," katanya.(*)

Copyright © ANTARA 2006