London (ANTARA News) - Krisis Suriah, yang berkepanjangan, akan menjadi lebih rumit dan tampaknya akan berlangsung terus selama beberapa tahun lalu akibat meningkatnya ancaman dari Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS), kata seorang ahli dari Inggris.

Ada dua alasan utama bagi kebangkitan cepat IS setelah krisis meletus pada 2011, kata Neil Quilliam, Penjabat Kepala Program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House --yang juga dikenal sebagai Royal Institute of International Affairs di Inggris, dalam wawancara belum lama ini dengan Xinhua.

"Satu adalah kevakuman yang diciptakan oleh krisis tersebut. Kevakuman muncul ketika terjadi transformasi akibat protes di jalanan sampai konflik bersenjata ... Akibatnya dari itu ialah muncul kevakuman," katanya.

Ia menambahkan ISIS sesungguhnya bukan sesuatu yang baru, tapi muncul dari puing satu kelompok yang secara umum dikenal dengan nama Al-Qaida di Irak (AQI).

"AQI telah menjadi lemah akibat berbagai peristiwa di Irak tapi pentolan kelompok itu mampu menggerakkan prasarana itu dan komando mereka serta pusat kendali ke dalam kevakuman (di Suriah) tersebut. Mereka beralih, tidak secara keseluruhan, tapi mereka mampu memasuk ke dalam ruang tersebut. Itu adalah gabungan dari kedua faktor ini," kata Quilliam, sebagaimana dikutip Xinhua.

Dalam pandangan ahli tersebut, perluasan IS --yang juga dikenal dengan nama Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL), atau Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)-- telah membuat krisis Suriah bertambah rumit.

"ISIS menambah dimensi internasional pada apa yang mestinya menjadi krisis dalam negeri Irak. Pada kenyataannya, ISIS beroperasi di medan tempur Suriah dan menarik petempur internasional serta agenda AQI yang lebih luas. Itu telah menyeret sebagian dari konflik Suriah"

Quilliam mengatakan akibat kebangkitan IS, bentrokan antara kelompok itu dan pasukan Pemerintah Suriah tampaknya menjadi konflik utama dalam negeri di negara Arab tersebut, yang akan memiliki dampak pada masa depan krisis itu.

Sementara itu, katanya, ancaman dari IS tampaknya akan membuat negara Barat mencapai "suatu bentuk akomodasi" dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Mengenai prospek krisis Suriah, Quilliam mengatakan itu mungkin berlangsung terus selama beberapa tahun jika masyarakat internasional gagal menemukan penyelesaian akhir politik sesegera mungkin.

"Tak ada upaya diplomatik besar yang tersedia sat ini. Ada Pembicaraan Moskow, dan Pembicaraan Kairo, tapi keduanya tampaknya memberi hasil terlalu banyak pada saat ini, jadi saya lebih banyak memandang krisis ini akan berderak selama lima atau enam tahun lagi," katanya.

"Sayangnya, tak ada keinginan internasional pada saat ini untuk mewujudkan penyelesaian diplomatik. Namun, yang terpentin bagi masyarakat diplomatik ialah mengekang ISIS tetap berada di dalam wilayah Suriah," katanya.

(Uu.C003)




Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015