Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyampaikan Indonesia masih belum bisa memanfaatkan hasil perjanjian perdagangan internasional secara maksimal.

"Indonesia selalu bermasalah di transposisi, partner dagang kita sering menganggap kita tidak melakukan transposisi sesuai komitmen," kata Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Bachrul Chairi di Jakarta, Rabu.

Bisa dikatakan saat ini Indonesia diboikot oleh sejumlah negara akibat tidak melakukan transposisi sesuai dengan perjanjian, ujarnya ketika ditemui dalam kegiatan rakor perdagangan bebas di Kantor Menko Perekonomian.

Bachrul menambahkan, transposisi ialah kegiatan lima tahunan yang diselenggarakan oleh seluruh negara di dunia untuk mencari kesepakatan tarif perdagangan melalui perjanjian bilateral, multilateral, maupun regional.

"Tadi sudah ditekankan oleh menko akibat kita tidak mau engage dengan perdagangan bebas internasional ini, maka Indonesia kehilangan pasar dan investasi juga tidak mau masuk," tuturnya.

Dia mencontohkan pada salah satu kasus, Indonesia merupakan penghasil ikan tuna terbesar di Asean, tetapi bea masuk di negara Eropa mencapai 22,5 persen.

"Tetapi Filipina, Malaysia, Vietnam yang sebagian Tunanya dari perairan kita juga, itu dikenakan bea masuk nol persen. Akibat perbedaan bea masuk itu, persaingan kita dengan mereka sangat besar," kata Bachrul dengan tegas.

Terkait permasalahan tersebut, Kemendag juga telah menerima arahan dari Menko Perekonomian untuk meninjau ulang dan memetakan kembali setiap perundingan perdagangan Indonesia dengan negara lain, tukasnya.

"Kementerian Perdagangan diminta dalam waktu dua bulan sudah menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan perundingan perdagangan ini, karena banyak yang belum selesai," ujarnya.

Bachrul menambahkan, sudah jelas bahwa pemerintah akan berlaku terbuka pada perdagangan internasional, sesuai dengan perintah dari presiden dan Menko Perekonomian.

(R029)



Pewarta: Roy Rosa Bachtiar
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015