Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta bank BUMN lebih berani mengucurkan kredit ke sektor riil dan jangan hanya menyimpan dana di SBI (Sertifikat Bank Indonesia). "Kemarin kita rapat besar dengan perbankan nasional. Saya katakan, kalau anda (Dirut Bank) terus menyimpan uang itu di SBI lagi, itu ukurannya mau terus jadi Dirut apa tidak," katanya ketika membuka Rakernas Realestate Indonesia (REI) di Jakarta, Kamis. Menurut Wapres, bagi bank pemerintah desakan tersebut merupakan instruksi. Namun bagi bank swasta, hal itu merupakan sebuah harapan agar mereka juga mau membiayai pembangunan di sektor riil. "Kalau tidak begitu, anda (Dirut Bank Pemerintah) enak amat jadi Dirut, tinggal bawa uang itu ke SBI lalu mendapat bunga 10 persen, dan nanti dalam neraca ada untung," katanya. Wapres mengkritik kebiasaan yang sifatnya "inlander" dan telah melekat yakni selalu menjalankan misi "road show" cari dana dengan meminta bantuan dari negara lain. "Setiap kali kita minta kredit ke negara lain, padahal sekitar Rp200 triliun uang kita menganggur di bank. Negeri ini selalu tergambarkan miskin padahal sebenarnya kaya," katanya. Namun, Wapres juga mengingatkan bahwa dalam pembangunan sektor riil, bukan hanya bank yang memegang peranan penting tetapi juga usaha yang dilakukan sektor riil itu sendiri. "Kalau riil juga tidak berusaha dengan baik, hanya bikin rumah mewah dan mal, ya jangan dikasih. Nanti jadi tidak seimbang," katanya. Berupaya keras Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Perhimpunan Perbankan Nasional (Perbanas) yang juga Dirut Bank BNI Sigit Pramono mengatakan kalangan perbankan akan berupaya keras untuk menggerakkan dunia usaha sesuai dengan peran dan porsi kewenangannya. BNI sendiri, kata Sigit, terus berusaha untuk menempatan dana di kredit, namun tidak bisa seketika mengingat sektor riil juga masih rendah kemampuan menyerap kredit. Soal penempatan dana di SBI, Sigit tidak mempersoalkan jika besar kecilnya penempatan dana di SBI dijadikan salah satu ukuran kinerja (Key Performance Indicator/KPI) direksi Bank BUMN asal kriterianya ditetapkan sebelumnya. Soal penggantian Direksi, katanya, sepenuhnya hak dari pemegang saham. Menurut Sigit, sebenarnya penempatan dana BNI di SBI paling kecil (sekitar Rp6 triliun) dibandingkan bank-bank besar lainnya. "Anda bisa cek," katanya. Sigit mengatakan, "Namun sebaiknya kita tidak mengalihkan persoalan hanya kepada penggantian Direksi saja." Ia mengatakan, semua pihak lebih baik fokus mensinergikan energi bangsa untuk bersama-sama menumbuhkan perekonomian bangsa sesuai dengan peran masing-masing. Pada kesempatan terpisah Kamis pagi, Sigit mengatakan, perbankan tidak ada niat untuk tidak memberikan kredit ke sektor riil dan lebih senang menyimpan dana masyarakat di SBI. "Selama `feasible` (layak), tidak masalah bagi kita. Tidak ada niat tidak beri kredit. Kita akan rugi sendiri karena mengambil dana masyarakat dan ditempatkan di SBI karena tidak menguntungkan, lama-lama bisa minus juga," katanya. Sigit juga mengatakan, pemerintah dan perbankan perlu duduk bersama untuk menentukan industri-industri yang akan didorong untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahun 2007. Ketua Komisi VI DPR Didik J. Rachbini didampingi Wakil Ketua DPR, Muhamimin Iskandar mengatakan, stabilitas makro belum cukup berpengaruh terhadap sektor riil. "Buktinya fungsi intermediasi perbankan atau lending kreditnya ke sektor riil masih jauh dari harapan. Mereka masih lebih senang menyimpang di instrumen SBI hingga Rp200 triliun dan BI harus menyediakan Rp23 triliun untuk bunga," katanya. Mengenai kondisi kredit saat ini, laporan BI menyebutkan, pertumbuhan kredit selama tahun 2006 (hingga Oktober) meski masih di bawah target, telah meningkat sebesar Rp66 triliun (naik sembilan persen) secara "year to date" atau dibanding awal tahun. Namun pertumbuhan kredit 2006 diperkirakan tidak seperti yang diharapkan yakni hanya sekitar 12-13 persen dari target 18 persen. Namun pada 2007, pertumbuhan kredit diharapkan bisa 18 persen. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2006