Medan (ANTARA News) - Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara (Sumut) memprediksi bahwa target ekspor karet Indonesia 2006 sebesar 2,2 juta ton bakal tercapai. Hingga Agustus 2006 volume ekspor karet Indonesia sudah mencapai 1.502.979 ton dan akan mencapai target 2,2 juta ton karena pengimpor terbesar seperti AS, Cina dan Jepang banyak permintaan pada akhir tahun ini, kata Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut, Syarbaini Zain, di Medan, Rabu. Produksi karet dalam negeri saat ini sangat ketat yakni 2,4 juta ton. "Kalau ekspor tahun ini sesuai target, maka ekspor tahun 2006 naik 150.000 ton dibandingkan realisasi tahun 2005 yang masih 2,050 juta ton," katanya. Menurut dia, berdasarkan pengamatan di pasar, permintaan karet dari Indonesia akan semakin meningkat pada tahun depan. Dengan asumsi terjadinya peningkatan permintaan, maka Gapkindo memperkirakan ekspor komoditi itu juga naik lagi pada tahun depan dengan kenaikan minimal enam persen dari target tahun ini atau menjadi sebesar 2,35 juta ton. "Harga jual pada tahun depan juga diperkirakan mengalami kenaikan lagi atau rata-rata sekitar 1,8 dolar AS per kg setelah tahun ini harga sempat mendapat tekanan hingga berfluktuasi dengan angka di bawah 1,5 dolar AS per kg," katanya. Dia menjelaskan, dari total ekspor nasional yang mencapai 1,5 juta ton lebih hingga Agustus 2006, ekspor terbesar berasal dari Sumut dan Sumatera Selatan. Hingga Mei 2006 misalnya, kata dia, ekspor karet dari Sumut dan Sumsel masing-masing hampir mencapai 300.000 ton dengan nilai (masing-masing) sekitar 500 juta dolar AS. Petani karet di Tapanuli Selatan, Sumut, A.Harahap, mengatakan, petani semakin bergairah menanam karet karena harga jualnya sudah semakin menguntungkan. Sekarang, katanya, petani karet masih berfikir panjang untuk mengganti tanamannya ke kelapa sawit seperti yang banyak dilakukan petani beberapa tahun lalu meski harga jual tandan buah segar (TBS) juga cukup bagus. Alasannya, lebih banyaknya petani kelapa sawit di Sumut saat ini, dikhawatirkan produksi menjadi berlimpah sehingga bisa menyebabkan harga jual tertekan. Berbeda dengan karet yang produksinya tidak terlalu banyak lagi. "Dalam satu tahun terakhir ini, permintaan Bokar (bahan olah karet) dari pedagang ke petani semakin gencar yang diduga karena pedagang semakin sulit mendapatkan getah karet itu," kata Harahap.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006