Jakarta (ANTARA News) - Wacana pencabutan mandat politik pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) dinilai tidak relevan karena kedua pemimpin itu hasil pilihan rakyat secara langsung. "Bagi kami ini soal serius dan harus diletakkan pada proporsi yang tepat. Mandat politik SBY-JK itu didapat dari proses demokratis pemilihan umum presiden-wapres secara langsung. Karena itu jelas, mandat politiknya dari rakyat, legitimasinya langsung menghunjam pada kepercayaan politik rakyat," kata Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum di Jakarta, Rabu. Oleh karena itu, katanya, pernyataan untuk mencabut mandat politik itu tidak relevan, tidak berdasar, dan tidak memberikan pendidikan politik demokrasi yang baik bagi Indonesia hari ini dan juga pembangunan dan pematangan demokrasi ke depan. Selain itu, kata Anas, pernyataan para tokoh yang tergabung dalam Gerakan Kebangkitan Indonesia Raya (GKIR) itu soal pencabutan mandat politik pemerintah merupakan tanda sederhana bahwa para tokoh itu kurang berhasil mengikuti arah dan arus perubahan politik. "Beliau-beliau gagal menyadari bahwa sudah terjadi reformasi politik yang sudah cukup jauh dan dalam. Seakan-akan presiden dan wakil presiden itu masih dipilih MPR. Padahal sudah terjadi perubahan yang sangat jauh," kata mantan Ketua Umum PB HMI itu. Lebih lanjut Anas mengatakan, pernyataan mengenai pencabutan mandat selain tidak memiliki dasar logika konstitusional dan asas demokrasi, juga melahirkan persoalan baru. Kalau bahasanya ingin menawarkan solusi, justru solusi yang ditawarkan tidak jelas. "Contoh, ada pernyataan `Sebaiknya lempar handuk saja`, tetapi tidak disebut apa solusinya. Malah disebut konsep pemerintahan transisi, Pemilu dipercepat, atau referendum. Itu saya kira tanda bahwa kurang dalam dan tidak menawarkan solusi. Justru, kalau ide itu yang berkembang dan kemudian dimakan publik akan melahirkan situasi yang chaos dan tidak terkendali. Itu adalah ancaman terbesar bagi masa depan kita," katanya. Secara politik, kata Anas, dalam situasi sulit seperti sekarang, wajar kalau pemerintah dikritik, dikoreksi. Juga wajar jika ada sebagian kelompok politik, kelompok sosial, yang tidak puas. Hanya saja, jangan sampai ekspresi ketidakpuasan atau ekspresi politik yang tidak sepakat dengan arah kebijakan dan pendirian pemerintah justru menimbulkan cuaca politik yang tidak baik, tidak kondusif, bagi stabilitas politik pemerintah. Dikatakannya, bagi kalangan yang tidak puas jauh lebih "gentle" jika mereka menyiapkan diri untuk berkompetisi politik tahun 2009. Anas memuji langkah Wiranto yang memilih berkompetisi dengan mendirikan partai politik, bukan dengan cara yang ditempuh GKIR. "Kami terus terang lebih menghargai tokoh-tokoh politik yang secara terbuka mendirikan parpol, ingin berjuang untuk menjadi peserta pemilu 2009 dan kemudian secara `gentle` menantang pemerintah. Itu jauh lebih baik, jauh lebih mendidik, dan jauh lebih produktif bagi masa depan demokrasi kita," katanya. Tak berdasar Sementara itu Ketua DPP PD Bidang Ekonomi Darwin Z Saleh menambahkan, pernyataan GKIR yang mengatakan kebijakan pemerintahan Yudhoyono tidak pro rakyat adalah tidak berdasar fakta. Selama 2006, perencanaan anggaran maupun pelaksanaannya secara nyata menyentuh upaya pengentasan kemiskinan, perluasan kesempatan kerja, serta revitalisasi pertanian, kehutanan, dan pedesaan. Untuk pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, kata Darwin, pada 2006 pemerintah menganggarkan Rp42 triliun dan Rp51 triliun untuk tahun 2007. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pada tahun 2006 telah menyentuh 2.600 kecamatan dari 5.600 kecamatan yang ada di seluruh Indonesia. Darwin juga menganggap pernyataan bahwa perekonomian tidak berjalan sebagai hal yang tak berdasar. Secara umum kondisi makro ekonomi juga sudah lebih baik terutama dari segi penguatan cadangan devisa, penurunan inflasi, dan penurunan suku bunga. Dikatakannya, ada tiga indikator yang menunjukkan perekonomian lebih baik. Pertama, selama 2006 terlihat indikator kepercayaan konsumen meningkat, masuk ke wilayah optimis dengan angka 101.6, setelah selama 14 bulan angkanya menurun. Kedua, indeks persepsi pengusaha atau produsen sesuai kegiatan usaha selama tiga kuartal lalu menunjukkan peningkatan positif. Angka terakhir versi BPS 105.7, versi BI 21.7. Ketiga, indeks perdagangan eceran yang menunjukkan daya beli konsumen, selama 2006 juga menunjukkan tanda-tanda peningkatan. "Jadi, saya kira spiritnya adalah kita mengkritisi pemerintah ini untuk secara obyektif mengawal pemerintahan ini agar berjalan dengan baik," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006