Jakarta (ANTARA News) - Pengacara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan belum bisa menemui kliennya, yang ditangkap oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri.

"Penasihat Hukum tidak berhasil bertemu Novel Baswedan," kata anggota tim Advokasi Anti Kriminalisasi Muji Kartika Rahayu saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Menurut Muji, Novel ditangkap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, pada Jumat sekitar pukul 00.00 WIB.

"Kira-kira pukul 00.00 WIB, rumah Novel didatangi oleh petugas kepolisian berasal dari Bareskrim dan Polda Metro Jaya hendak melakukan penangkapan," ungkap Muji.

Novel ditangkap dengan Surat Perintah Penangkapan No. SP.KAP/19/IV/2015/Dittipidum tertanggal 24 April 2015 yang ditandatangani oleh Direktur Tindak Pidana Umum, Brigadir Jenderal Hery Prastowo.

"Kira-kira pukul 00.20 WIB, Novel dengan pengawalan tiga orang petugas kepolisian dibawa ke Bareskrim," ungkap Muji.

Pukul 02.40 WIB, pengacara telah berada di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Jakarta, untuk menemui Novel.

"Petugas Piket menyatakan telah menyisir seluruh ruangan pemeriksaan tapi tidak melihat Novel. Pengacara meminta petugas piket untuk menghubungi petugas kepolisian yang namanya tercantum di Surat Perintah Penangkapan," tambah Muji.

Polisi yang namanya tercantum dalam surat perintah penangkapan Novel yakni AKBP Drs. Prio Soekotjo, AKBP Agus Prasetyono, AKBP Herry Heryawan, AKBP T.D Purwantoro dan AKP Teuku Arsya Kadafi.

"Namun Bapak Mahendra mengaku dia tidak memiliki nomor handphone mereka," kata Muji.

Pengacara Novel kemudian meminta dia menghubungi nomor extension ruangan pemeriksaan untuk berkoordinasi dengan penyidik.

"Namun dia menjawab, telepon di kantor Bareskrim tidak menggunakan sistem extension," jelas Muji.

Sekitar pukul 04.00 WIB, petugas piket mengabari pengacara bahwa Novel berada di lantai tiga gedung Bareskrim namun penyidik tidak memperbolehkan pengacara menemui Novel.

Padahal menurut Muji, berdasarkan pasal 69 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap, artinya sejak penangkapan dilakukan hingga batas waktu penangkapan berakhir (1 x 24 jam) penyidik demi hukum wajib memenuhi permintaan pengacara untuk dipertemukan dengan tersangka.

"Keputusan penyidik untuk melakukan penangkapan tengah malam seharusnya diiringi dengan sikap profesional dan ketaatan akan hukum bukannya justru melakukan pembangkangan terhadap hukum," tambah Muji.


Surat penangkapan

Surat penangkapan Novel tertanggal 24 April 2015 yang ditandatangani oleh Direktur Tindak Pidana Umum Brigadir Jenderal Herry Prastowo diserahkan oleh AKBP Agus Prasetoyono dengan diketahui oleh ketua RT 003 Wisnu B dan ditandatangai pada Jumat, 1 Mei 2015.

Dalam surat penangkapan disebutkan bahwa Novel diduga melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.

Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya seseorang pada 2004, ketika Kepolisian Resor (Polres) Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet.

Novel yang saat itu berpangkat Inspektur Satu (Iptu) dan menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.

Pada 5 Oktober 2012, Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya mendatangi KPK untuk menangkap Novel, yang saat itu menjadi penyidik kasus korupsi pengadaan alat simulasi kendaraan di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun 2011.

Namun pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana tapi mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015