Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya tengah mengupayakan agar Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dapat terealisasi dalam enam bulan ke depan. "Kita coba untuk direalisir dalam enam bulan ke depan, tetapi tidak melalui suatu komite khusus seperti yang selama ini kita lakukan. Jadi sudah masuk dalam piutang negara yang akan dikoleksi oleh Ditjen Kekayaan Negara," kata Menkeu usai meresmikan modernisasi Kantor Pusat Ditjen Pajak dan Kantor Instansi Vertikal di Gedung Ditjen Pajak Jakarta, Rabu. Untuk saat ini, katanya, pemerintah hanya bisa meneruskan proses penagihan kepada delapan obligor BLBI penandatangan PKPS, meski dalam perjanjian tersebut, para obligor BLBI diwajibkan menyelesaikan kewajiban mereka hingga akhir 2006 ini. Lebih lanjut, Menkeu menegaskan pihaknya telah meminta waktu kepada Komisi XI DPR untuk meminta pandangan DPR terkait besaran utang yang harus dilunasi masing-masing obligor, mengingat belum adanya kesepakatan antara pemerintah dan para obligor tentang penggunaan Akta Pengakuan Utang (APU) awal dan APU reformulasi. Berbeda dengan APU reformulasi, APU awal adalah skema pembayaran kewajiban tanpa bunga dan denda, di mana selisihnya mencapai lebih dari Rp100 miliar pada masing-masing obligor. "Kita tetap pada posisi bahwa mereka posisinya default (gagal bayar), tetapi melihat kemampuan mereka tentu ada persoalan dari sisi denda dan bunganya, yang nanti kita minta waktu kepada Komisi XI untuk memberikan pandangan mengenai itu," kata Menkeu. Sementara itu Ketua Komisi XI DPR, Awal Kusumah menegaskan pihaknya telah menerima permintaan Depkeu dan telah menjadwalkan pertemuan tersebut pada masa sidang mendatang. Menurut Awal, pihaknya akan menggunakan basis data besaran kewajiban versi Depkeu dan berdasarkan audit BPK sebagai perbandingan. "Draft (besaran kewajiban versi Depkeu-red) sudah masuk. Tapi kan BPK yang mengaudit itu semua, berapa yang harus mereka bayar, berapa yang harus diselesaikan," katanya. Namun demikian, katanya, jika kemudian Depkeu memutuskan untuk menyerahkan perkara tersebut kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), pihaknya juga akan mendukung langkah tersebut. Jika melalui PUPN, maka penyelesaian kewajiban dapat diselesaikan melalui penyerahan aset, hal yang sebelumnya sangat ditentang oleh Menkeu mengingat nilai aset yang seringkali tidak menutupi kewajiban yang harus dibayar. "Kalau mereka tidak punya itikad baik, akan kita dorong mereka untuk diselesaikan ke PUPN. Kita akan beri dukungan politik," katanya. Para penandatangan PKPS itu adalah James Januardy dan Adisaputra Januardy (dari Bank Namura Internusa dengan nilai kewajiban Rp123 miliar), Atang Latief (Bank Indonesia Raya Rp325 miliar), Ulung Bursah (Bank Lautan Berlian Rp615 miliar), Omar Putirai (Bank Tamara Rp190,169 miliar), Lidia Muchtar (Bank Tamara Rp202,802 miliar), Marimutu Sinivasan (Bank Putera Multikarsa Rp1,13 triliun) dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Bank Istimarat Rp492 miliar).(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006