Kairo (ANTARA News) - Drama pengadilan terhadap mantan Presiden Irak Saddam Hussein telah tamat dengan ditandai pelaksanaan eksekusi pada Sabtu (30/12), menyusul pengesahan vonis mati oleh pengadilan tinggi khusus empat hari sebelumnya. Namun, banyak kalangan dunia Arab meyakini bahwa Saddam yang dieksekusi mati itu bukanlah Saddam Hussein yang sebenarnya, tetapi Saddam palsu yang menyamai wajah mantan orang kuat di negeri hikayat Seribu Satu malam itu. Wartawati Al-Ahram, Mona El-Hijaz, yang pernah mewawancarai Presiden Saddam Hussein, merupakan salah seorang yang meyakini bahwa Presiden "Saddam asli" sebenarnya saat ini masih hidup nyaman di suatu tempat rahasia. Mona mencatat sejumlah sumber petinggi intelijen Irak di era Saddam Hussein, setidaknya terdapat 47 orang Irak yang wajah, bentuk tubuh, tinggi badan, kumis, warna kulit mereka mirip dengan Saddam Hussein. "Mereka (para penyamar) dipersiapkan untuk mengelabui musuh bila sewaktu-waktu agresor asing mencaplok Irak," tulis Mona El-Hijaz sembari berkesimpulan, "Bisa jadi Saddam yang ditangkap kemudian diadili dan dieksekusi itu bukan lah Saddam yang sebenarnya, tetapi salah satu dari penyamar Saddam." Keyakinan senada diutarakan analis intelijen Timur Tengah, Prof Hani Abdel Maguid. Menurutnya, banyak skenario dipersiapkan intelijen loyalis Saddam untuk mengecohkan musuh. "Jauh sebelum agresi AS, intelijin Irak telah memberi nasehat kepada Saddam Hussein, yakni balatentara AS akan dengan mudah mengusai Irak bila terjadi agresi. Dengan demikian, skenario pun diatur untuk menyelmatkan Kepala Negara (Saddam Hussein)," katanya. Menurutnya, di antara skenario penyelamatan Presiden Saddam itu adalah penyiapan orang-orang yang menyamar menjadi Saddam Hussein guna mengelabui musuh. Telepas dari palsu atau asli, yang jelas Saddam Hussein telah dieksekusi mati pada Sabtu (30/12) di saat orang-orang Irak sedang merayakan lebaran Idul Adha 1427 Hijriyah. Pelaksanaan eksekusi ini dilakukan hanya lima hari dalam tenggat waktu 30 hari setelah pengadilan banding di Baghdad mengesahkan vonis mati. Mahkamah Agung Irak dalam sidang banding pada Selasa (26/12) mengesahkan vonis mati yang dijatuhkan pada November lalu terhadap Saddam Hussein atas kejahatan selama berkuasa. Saddam dituduh melakukan genosida terhadap 148 warga Syiah tahun 1982 setelah terungkapnya rencana pembunuhan atas pemimpin Irak itu. Selain Saddam Hussein, beberapa mantan petinggi negara juga divonis mati, di antaranya saudara tirinya mantan Kepala Intelijen Barzan Ibrahim, dan mantan Kepala Pengadilan Revolusioner Awad Hamed Al-Bandar, sementara mantan Wakil Presiden Taha Yassin Ramadan divonis penjara seumur hidup, dan beberapa lainnya dihukum penjara belasan tahun. Para analis politik menilai vonis terhadap Saddam lebih banyak bernuasa politis ketimbang hukum. Secara kasat mata, vonis mati terhadap Saddam menjelang pemilihan Kongres AS pada November lalu itu sebagai bagian dari skenario Pemerintahan Presiden George Walker Bush dari Partai Republik untuk meraih simpati rakyat. Namun, nyatanya Partai Republik kalah telak dari Partai Demokrat meraih suara mayoritas dalam pemilihan tersebut. Sebelum pelaksanaan eksekusi, sejak awal kasus pengadilan terhadap Saddam Hussein menimbulkan kontroversi. Umumnya, masyarakat dunia Arab menolak pengadilan Saddam Hussein. Penolakan itu terlihat dari jajak pendapat yang dilakukan sejumlah media massa Timur Tengah belakangan ini yang menunjukkan bahwa warga dunia Arab umumnya menolak hukuman mati terhadap mantan Presiden Irak Saddam Hussein. Sebanyak 82,4 persen responden Al-Anba, salah satu suratkabar berpengaruh di Timteng menyatakan hukuman mati atas mantan orang nomor wahid di Negeri Seribu Satu Malam itu harus batal demi hukum. "Tidak patut Presiden Saddam Hussein diadili di bawah hukum darurat perang yang dikendalikan pasukan agresor asing pimpinan AS. Oleh karena itu, keputusan hukuman mati tersebut wajib ditolak demi hukum," begitu komentar para responden jajak pendapat Al-Anba. Hasil jajak pendapat senada dimunculkan situs jaringan televisi berita berbahasa Arab Al-Jazeera.net yang menunjukkan 79,6 persen responden menolak hukuman mati terhadap Saddam Hussein, 18 persen menyetujui dan selebihnya menyatakan tidak tahu. Organisasi Hak Asasi Manusia dunia Arab yang berpusat di Mesir juga menilai pengadilan Saddam itu ilegal. Eksekusi mati Saddam Hussein diperkirakan akan meningkatkan kekerasan di Irak, terutama konflik antar etnik Sunni dan Syiah. Mayoritas Kaum Sunni yang menolak pengadilan terhadap Saddam Hussein diyakini akan melawan eksekusi mati itu. Di sisi lain, pelaksanaan eksekusi Saddam Hussein ini tampak dipaksakan sehingga menyikan segerobak persoalan. Pasalnya, Saddam Hussein diadili dengan sejmlah tuduhan, yaitu di samping pembantaian suku Syiah, Saddam juga dituding melakukan penyerangan dengan gas beracun terhadap orang Kurdi di Halabja pada 1988. Selain itu, penindasan atas pemberontakan Muslim Syiah di selatan Irak pada 1991, serangan Anfal terhadap masyarakat Kurdi pada 1987-1988, pencaplokan atas Kuwait pada 1990, pembantaian anggota suku Barzani Kurdi pada 1983, pembunuhan yang ditujukan pada pemuka agama dan pemimpin politik. Alhasil, Saddam telah dieksekusi setelah baru melewati satu tuduhan. "Eksekusi mati terhadap Saddam Hussein bukan penyelesaian masalah Irak, bahkan meningkatkan kekerasan," kata Sekjen Liga Arab Amr Moussa.(*)

Oleh Oleh Munawar Saman Makyanie, A
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006