Baghdad (ANTARA News) - Pemerintah Irak telah memerintahkan penutupan sebuah saluran televisi independen terkenal Senin (1/1) karena menghasut sektarianisme, dua hari setelah penggantungan mantan presiden Saddam Hussein yang telah memicu kemarahan di antara kawan Arab Sunninya. Sharkiya dimiliki oleh seorang pengusaha Irak yang bermarkas di London dan mengatakan mereka membawakan tema editorial independen, meskipun banyak pemirsa menganggap saluran televisi itu condong ke arah pandangan minoritas Arab Sunni. Jurubicara kementerian dalam negeri Brigadir Abdul Karim Khalaf mengatakan pemerintah telah memerintahkan saluran itu untuk tutup selama waktu yang tidak ditentukan. "Kami telah memperingatkan mereka banyak kali untuk tidak menyiarkan berita bohong yang akan meningkatkan ketegangan di Irak," kata Khalaf, yang menolak menyebutkan yang mana khususnya laporan yang dianggap bohong. Perintah itu tiba dua hari setelah eksekusi mati Saddam karena kejahatan terhadap kemanusiaan menyangkut pembunuhan Muslim Syiah. Eksekusi itu, yang dipercepat oleh pemerintah pimpinan-Syiah di Irak pada awal hari libur keagamaan (Idul Adha) dan video penggantungan yang menunjukkan para pejabat Syiah mengejek Saddam sebelum kematiannya, telah meningkatkann kekhawatiran akan pembalasan dendam. Ketika ditanya apakah tindakan itu didorong oleh liputan Sharkiya, Khalaf mengatakan: "Dalam tiga hari terakhir jika anda melihat saluran mereka anda akan menyaksikan mereka telah menggiring orang ke kekerasan dan meningkatkan ketegangan sektarian". Seorang pembaca berita terkenal di saluran itu telah mengenakan pakaian berkabung hitam selama dua hari terakhir. Seorang pegawai Sharkiya di Baghdad yang menolak untuk disebutkan namanya mengatakan saluran itu hanya memiliki sangat sedikit staf yang tinggal di Baghdad, dan hampir semua penyusunan acara dilakukan dari Dubai. Tindakan keras Ini bukan pertama kalinya pemerintah menindak tegas media. Kementerian dalam negeri telah memerintahkan dua stasiun televisi tidak siaran November ketika Saddam dihukum dengan alasan menghasut kekerasan. Salah satu saluran itu dikuasai oleh politikus penting Arab Sunni dan satu lainnya bermarkas di wilayah kediaman Sunninya Saddam Hussein. Pemerintah telah melarang stasiun berita Arab-raya Al Jazeera dan memaksa saingan utamanya, Al-Arabiya, untuk menutup bironya di Baghdad selama satu bulan September. Layanan berita berbahasa Inggris Al Jazeera telah memulai laporan dari Baghdad. Minoritas Arab Sunni Irak, yang menikmati kekuasaan politik dan perlindungan pada masa Saddam, telah kehilangan kekuasaan sejak kejatuhannya oleh tentara AS, dengan Muslim Syiah dan etnik Kurdi mendominasi proses poltik dukungan-AS. Sharkiya dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu saluran yang lebih independen di antara serangkaian saluran lokal dan nasional, kebanyakan dari yang pada lahirnya dikuasai oleh partai dan kelompok politik. Sharkiya dimiliki oleh pengusaha Saad al-Bazaz, yang juga memiliki sebuah harian yang dibaca secara luas, Azzaman. Bazaz adalah seorang bekas anggota dan pejabat senior pers yang meninggalkan Irak pada 1990-an. Seperti dengan media lainnya, beberapa wartawan dan pegawai Sharkiya telah tewas, termasuk salah satu pengarang satire yang sangat terkenal di Irak, Waleed Hassan, yang tewas ditembak November lalu, demikian Reuters.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007