Kupang (ANTARA News) - Upaya perlindungan anak di daerah dalam praktiknya masih menghadapi kendala, salah satunya tradisi yang berlaku di daerah itu.

Dalam kasus pernikahan usia dini misalnya, di daerah tertentu masih banyak berlangsung karena alasan ekonomi dan proses pernikahannya pun melibatkan para tetua adat.

"Kalau saya gambarkan satu kasus, ada anak Madrasah Aliyah kelas satu umurnya 16 tahun. Dia dipaksa menikah oleh orang tuanya, dengan alasan ekonomi," kata Ketua Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) Lembaga, Nusa Tenggara Timur, Amrunur Muh Darwan kepada Antara News di Kupang, baru-baru ini.

Menurut adat setempat, tetua adat bisa menikahkan anak perempuan di bawah usia 18 tahun, selama anak dan calon suaminya mampu secara ekonomi. Padahal, menurut Amrunur, anak seharusnya tidak diperbolehkan menikah di bawah usia 18 tahun karena terlalu berisiko, juga bertentangan dengan UU Perlindungan Anak.

Hanya saja, lanjut dia, belum ada ruang dialog yang mempertemukan antara tetua adat dan kelompok masyarakat yang menilai pernikahan anak ini sebagai pelanggaran hak anak.

"Kalau sudah, dilaporkan ke orang tua dari adat, pasti mereka yang akan menangani. Sehingga intervensi, ruang dialog itu tidak dibuka," kata Amrunur.

"Kita hanya minta supaya ruang dialog dibuka. Kemudian, kesepakatan anak ini cobalah dilihat dari kepentingan anak," tambah dia.

Amrunur menuturkan, secara umum pemahaman orang tua mengenai pernikahan anak melanggar hak anak masih rendah di Lembata.

"Ini menjadi masalah tersendiri. Karena dinikahkan di bawah umur, dan kita mencoba memberikan pengertian pada orang tua, kita terlibat di dalam. Artinya, kita sedikit 'mengancam'. Kita pidanakan. Kita dudukan UU Perlindungan Anak seperti apa," tutur dia.

Oleh karena itu, pihaknya pun berusaha mendudukan orang-orang yang memiliki fokus yang sama dalam satu forum, untuk membangun pemahaman bersama.

"Ada guru di sekolah yang memang bisa bicara soal adat, kami coba masuk, diajak kompromi, diskusi. Sehingga harapannya akan ada pemikiran baru yang muncul. Sehingga bila ada kasus anak, kita sedapat mungkin memenuhi hak-hak anak," pungkas dia.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015