Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengharapkan uji tuntas (due dilligence) calon investor strategis pada privatisasi PT Garuda Indonesia selesai kuartal I 2007. "Kita berharap due dilligence selesai kuartal I tahun ini, sehingga dapat diketahui siapa mitra strategis Garuda," kata Menneg BUMN Sugiharto, pada Paparan Kinerja Kementerian BUMN Tahun 2006, di Jakarta, Rabu. Menurut Sugiharto, Garuda menjadi salah satu perusahaan yang masuk dalam daftar yang akan diprivatisasi dan telah diusulkan kepada Komite Privatisasi. Ia menjelaskan, ada empat hingga lima opsi dalam rangka proses restrukturisasi utang Garuda. "Salah satunya adalah membuka diri terhadap strategic partnerships investor. Namun, pilihannya masih dibahas di Komite Privatisasi," ujarnya. Secara umum diutarakan Sugiharto, sebagai flag carrier pemerintah akan mempertahankan kepemilikan saham mayoritas di Garuda sekurang-kurangnya 51 persen. Sejauh ini sejumlah calon investor yang telah menyatakan minat mengelola perusahaan penerbangan "plat merah" tersebut. "Banyak, ada dari perusahaan penerbangan, ada juga perusahaan jasa keuangan, maupun investor perorangan. Ada dari perusahaan berbasis di Asia, Eropa, Timur Tengah maupun dari Amerika Utara," katanya. Namun disebutkan, karena perjanjian ekslusif dan kerahasiaan dengan calon investor itu, pihak yang berminat tersebut tidak bisa diungkapkan (disclose) sebelum due dilligence selesai. Demikian halnya metode masuknya investor tersebut, Sugiharto menyatakan, belum dapat diketahui apakah dengan penerbitan surat utang, menambah modal maupun kerjasama operasional (KSO). Diketahui, Garuda Indonesia saat ini mengalami kesulitan likuiditas karena memiliki utang senilai 791 juta dolar AS, terdiri atas 510 juta di antaranya utang kepada Export Credit Agency (ECA), 130 juta dolar AS ke pemegang surat utang (promissory notes) berbasis di Singapura, dan sisanya ke Bank Mandiri, PT AP I dan II. Sebelumnya, Dirut Garuda Emirsyah Satar mengatakan, kondisi keuangan Garuda hingga November 2006 yang belum diaudit adalah masih merugi Rp309 miliar atau lebih baik dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp672 miliar. Hingga akhir tahun ini diperkirakan masih rugi sekitar Rp400 miliar. Sedangkan total pendapatan hingga November 2006 mencapai Rp9.804 miliar atau menurun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp10.000 miliar, total biaya operasi Rp10.466 miliar atau lebih kecil dari tahun lalu Rp10.764 miliar. Rugi operasi hingga November Rp663 miliar atau menurun dibanding tahun lalu Rp764 miliar, other income/expenses Rp352 miliar atau jauh lebih besar dari tahun lalu Rp93 miliar, sehingga rugi sebelum pajak tahun ini Rp311 miliar dan tahun lalu Rp672 miliar. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007