Hingga lewat tengah malam, beberapa warung kopi di sepanjang jalan Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung, masih ramai pengunjung yang tetap asyik bercengkerama.

Kopi di gelas-gelas pengunjung tampak sudah mau habis, tetapi mereka masih enggan beranjak dari tempat duduk masing-masing.

Di meja kursi kayu memanjang yang sudah tampak usang itu mereka betah mengobrol.

Tidak ada yang spesial di warung kopi di Manggar, bangunannya berupa bedeng dengan atap seng dan berdinding papan.

Dindingnyapun hanya menutup bagian samping, sedangkan bagian depan dibiarkan terbuka sehingga aktivitas pengunjungnya tampak dari luar.

Warga setempat bilang, tak lengkap mengunjungi Belitung kalau belum ngopi.

Lalu apa keistimewaan kopi di Belitung?

Rizki (24), seorang pengunjung mengatakan kopi di warung-warung kopi Manggar tidak diseduh seperti kopi umumnya, melainkan direbus dalam panci.

"Bukan diseduh, tapi direbus. Apinya jarang pakai kompor gas, pakainya arang, makanya lebih enak," ujar dia.

Bubuk kopi dimasukkan ke dalam saringan berbahan kain sehingga ampasnya terpisah. Kemudian kopi tersebut dipanaskan dalam panci besar.

Meski begitu, jika pelanggan tetap menginginkan kopi yang berampas, peracik akan menambahkan kopi untuk menambah aroma.

Kopi hitam atau yang biasa disebut "kopi o" di Manggar, hanya dibanderol sekitar Rp 5.000.

Rasanya memang lebih pahit dan aromanya tidak menyebar seperti wangi kopi yang baru diseduh.

Tidak ada perkebunan kopi di Belitung, kopi di daerah itu dipasok dari Lampung berupa biji kopi mentah.
Selanjutnya warung kopi yang akan menggorengnya dan dan menjadikannya bubuk kopi siap rebus untuk para pelanggan.

Mencari Informasi
Rizki bercerita budaya ngopi di Belitung berawal dari kebiasaan warga Tionghoa yang dulunya sebagian besar adalah kuli tambang timah.

"Kebiasaan ngopi dimulai warga Tionghoa sebagai kuli tambang timah, sebelum berangkat nambang mereka ngopi ngumpul-ngumpul, selesai nambang ngopi lagi," kata dia.

Kebiasaan ngopi lebih populer di Belitung Timur, karena menurut dia, dulunya tambang timah di Kecamatan Gantung, Belitung Timur, lebih maju dibanding daerah-daerah lain di Belitung.

Kini ngopi di warung menjadi tradisi untuk bercerita mengenai pekerjaan antarsesama penambang timah di Manggar.

Pelanggan warung kopi betah hingga berjam-jam di warung kopi utamanya untuk urusan pekerjaan, selain bercerita mengenai keseharian.

"Biasanya saya bertemu teman, paling banyak ngobrol tentang kerjaan," kata dia.

Hal senada dikatakan oleh Asep (27), pengunjung lain. Ia mengatakan keuntungan berlama-lama di warung kopi adalah mencari informasi mengenai lowongan pekerjaan.

Dengan berkumpul di warung kopi, pelanggan dapat saling bertukar informasi jika mengetahui atau membutuhkan lowongan pekerjaan.

"Pusat seribu satu warung kopi di manggar ini. Keuntungannya di sini kita bisa cari-cari kerjaan, cari informasi," kata Asep.

Ia mengatakan baru akhir-akhir ini jadi sering mengunjungi warung kopi hingga empat kali sehari untuk mencari informasi mengenai pekerjaan.

Sementara itu, Andrea Hirata yang memopulerkan Belitung melalui tetralogi Laskar Pelangi, bahkan memiliki filosopi mengenai kopi di tempat kelahirannya.

"Kopi bagi orang Melayu, rupanya bukan sekedar air gula, berwarna hitam, tapi pelarian dan kegembiraan. Segelas kopi bak dua gelas teguk kisah hidup. Bubuk hitam yang larut disiram air mendidih, pelan-pelan mengungkapkan rahasia nasib."

Andrea mengatakan kebiasaan ngopi di Manggar memang berkaitan erat dengan mata pencarian warganya yang sebagian besar penambang timah.

Untuk mendapatkan di Belitung kini setidaknya penambang perlu menggali sedalam 20 meter untuk mendapatkan timah sehingga tidak mungkin untuk bekerja sendiri.

"Ratusan tahun tanah yang mengandung timah ini disikat oleh Belanda. Kemudian puluhan tahun disikat oleh pemerintah sendiri PT Timah. Yang tersedia buat rakyat Belitung 20 meter di bawah sana, impossible anda bekerja sendiri," ujar lelaki berambut ikal itu.

"All you need to do is to find your friend to dig it up. Kemudian apa? Mereka mencari informasi. Itulah mengapa orang melayu berjam-jam di warung kopi. Mereka mencari informasi dan mencari kongsi. Karena tidak ada teman tidak ada tenaga," kata dia.

Orang yang tidak mengetahui budaya tersebut, menurut dia, akan beranggapan bahwa masyarakat Belitung Timur yang rajin nongkrong di warung kopi adalah pemalas, padahal ada alasan dibalik budaya ngopi itu.

Potensi Wisata
Kini warung kopi menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung ke daerah yang terkenal memiliki pantai-pantai yang indah itu.

Bupati Belitung Timur Basuri Tjahaja Purnama saat ditemui di kantornya mengatakan pada 2020 masyarakat Beltim diharapkan dapat memiliki mata pencaharian lain, di antaranya di bidang pariwisata, perikanan dan kelautan, perkebunan dan pertanian karena sektor pertambangan di Beltim tidak dapat diandalkan untuk jangka panjang.

"Kontribusi sektor pertanian untuk PAD kini ada di angka 24,5 persen, sementara pariwisata di angka 18 persen. Ini yang mau terus kami kembangkan karena sektor ini akan terus hidup," kata dia.

Apalagi, sektor pariwisata Belitung kini sangat berkembang dilihat dari meingkatnya jumlah pengunjung. Pada 2010, jumlah wisatawan domestik yang berkunjung ke Beltim sebanyak 10.701 orang dan wisatawan asing sejumlah 145 orang.

Sedangkan pada 2014, wisatawan domestik yang berkunjung meningkat menjadi 81.032 orang, sementara wisawatan asing sebanyak 720 orang.

Pariwisata di Manggar juga turut digenjot dengan potensi warung kopinya. Untuk itu, Manggar memiliki logo 1001 Warung Kopi dan bahkan terdapat tugu teko dan cangkir bertuliskan logo tersebut.

Tugu itu terdapat di Jalan Lipat Kajang, Desa Baru, Manggar, dan didirikan sekitar tahun 2013 dengan dukungan Pemkab Belitung Timur. Tugu 1001 Warung Kopi ini bisa disebut sebagai ikon budaya ngopi masyarakat Belitung Timur.

Manggar dicanangkan sebagai Kota 1001 Warung Kopi oleh Gubernur Bangka Belitung setelah memecahkan rekor Muri pada 18 Agustus 2009.

Sebanyak 17.070 orang kompak meminum kopi di warung kopi di sepanjang jalan Manggar untuk memecahkan rekor yang sebelumnya dimiliki oleh Lampung sebanya 15.000 orang.

Julukan Manggar sebagai Kota 1001 Warung Kopi merupakan bentuk dukungan Pemprov Babel untuk Beltim dalam pengembangan sektor pariwisata. Julukan Kota 1001 Warung Kopi untuk Manggar juga sangat cocok karena memiliki korelasi dengan kebiasaan dan budaya masyarakat Belitung Timur.

Jadi pastikan mencicipi secangkir kopi saat mengunjungi Manggar dan resapi budaya masyarakat Belitung Timur dalam cairan pahit itu.

Oleh Dyah Dwi Astuti
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015