Jakarta (ANTARA News) - Pengamat penerbangan, Arista Atmadjati, meminta agar para penumpang yang mengalami kerugian akibat penundaan maupun pembatalan perjalanan udara mereka terkait letusan Gunung Raung di Jawa Timur.

Pasalnya, menurut Arista gangguan penerbangan akibat abu vulkanik tergolong sebagai keadaan kahar atau force majeure.

"Memang kalau untuk pengaruh abu vulkanik itu masuk kategori force majeure, jadi penumpang juga tidak bisa menyalahkan maskapai dan maskapai sendiri juga rugi," katanya saat dihubungi ANTARA News dari Jakarta, Sabtu.

Penundaan maupun pembatalan jadwal penerbangan terjadi setelah abu vulkanik hasil letusan Gunung Raung di Jawa Timur memaksa Direktorak Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengeluarkan Notice to Airmen (Notam) terkait penutupan lima bandara yakni Bandara Internasional Ngurah Rai Bali, Bandara Internasional Lombok, Bandara Selaparang Lombok, Bandara Notohadinegoro Jember dan Bandara Blimbingsari Banyuwangi.

Untuk Bandara Internasional Ngurah Rai sendiri tercatat sedikitnya 160 penerbangan domestik dan 117 penerbangan internasional dibatalkan akibat dari abu vulkanik Raung, serta sedikitnya 19.453 otang penumpang gagal bertolak dari sana.

Meski demikian, Arista mengingatkan bahwa kerugian penumpang juga dirasakan maskapai, dan itu tidak bisa dihindari mengingat betapa bahayanya ancaman yang bisa disebabkan oleh abu vulkanik terhadap mesin pesawat.

"Abu vulkanik itu bisa merusak mesin, jadi kalau sampai maskapai nekat dan apes ya bisa sampai jatuh," tuturnya.

Kejadian tersebut sempat menimpa pesawat Boeing 747-263B penerbangan Bristih Airways 9 rute London, Inggris menuju Auckland, Selandia Baru pada 1982 silam, yang mengalami gangguan mesin akibat abu vulkanik hasil letusan Gunung Galunggung.

Hal serupa juga sempat dialami penerbangan KLM 867 rute Amsterdam, Belanda menuju Tokyo, Jepang pada 1989 yang mesinnya terganggu akibat abu vulkanik dari letusan Gunung Redoubt di Alaska.

Indonesia sendiri, lanjut Arista, memiliki karakteristik yang unik dengan keberadaan ratusan gunung berapi yang setiap saat berpotensi mengganggu lalu lintas penerbangan.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar maskapai terus memperbaharui data hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi serta memperhatikan arahan dari Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub.

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015