Permendag 33 Tahun 2015 akan meningkatkan penerimaan negara baik dari pajak maupun royalti,"
Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran Indonesian Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas berpendapat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33 Tahun 2015 tentang ekspor timah mampu menekan kerugian negara dan dampak lingkungan dari sektor timah ilegal.

"Permendag 33 Tahun 2015 akan meningkatkan penerimaan negara baik dari pajak maupun royalti. Dengan catatan, pemerintah harus konsisten menjalankan Permendag tersebut. Sebab, saya lihat ada beberapa Permendag sejenis di tahun sebelumnya, tapi tidak optimal," kata Firdaus, di Jakarta, Senin.

Aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu lebih ketat karena selain harus bersertifikat CnC, kini pemilik ekspor timah industri harus membeli bahan baku dari bursa.

ICW mencatat selama periode 2004-2013 ekspor timah ilegal mencapai sekitar 300.000 metrik ton. Akibatnya negara mengalami kerugian sekitar Rp50 triliun, belum lagi negara kehilangan pajak dan royalti sekitar Rp4 triliun.

Firdaus menyebutkan, Permendag 33 Tahun 2015 juga bisa membentengi negara dari kerugian kerusakan alam. Selama ini kerusakan alam yang diakibatkan penambangan timah ilegal sangat meresahkan. Luasan alam yang rusak tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan negara dari sektor timah.

Oleh karena itu, dia menekankan agar pemerintah bisa konsisten menjalankan Permendag tersebut. Apalagi dia melihat masih ada celah bagi pengusaha timah nakal untuk memainkan peraturan tersebut.

"Celah itu bisa dimainkan badan usaha untuk mendapatkan sertifikat CnC. Secara konsep, serifikat CnC harus sudah dimiliki per satu Agustus 2015. Namun, masih banyak badan usaha yang yang belum mendapatkan sertifikat tersebut," katanya.

Walaupun di Permendag sertifikat CnC itu bisa meningkatkan pajak dan rooyalti, tapi dirinya juga melihat sertifikat CnC itu cuma syarat administratif saja karena masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan, seperti masalah pengawasan, izin, dan lainnya.

Di sisi lain, Firdaus juga menekankan agar pemerintah tidak pandang bulu dalam menerapkan peraturan tersebut. Tak terkecuali diterapkan pada tambang-tambang rakyat yang marak di Bangka Belitung.

Menurut dia, masih banyak tambang ilegal yang mengatasnamakan kesejahteraan rakyat, harus ditertibkan. Pemerintah harus mencari solusi mengatasi itu.

"Mereka jangan dibiarkan terus ilegal, harus di tata kelola dengan baik," ujarnya.

Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies, Marwan Batubara mengatakan, selain dapat meningkatkan devisa negara dan menekan dampak kerusakan alam akibat penambangan timah ilegal, Permendag 33 Tahun 2015 juga menjadikan koordinasi antar lemba menjadi lebih baik dan tidak ada ego sektoral, sehingga tata kelola timah dapat menjadi lebih cakap.

"Permendag 33 Tahun 2015 mengatur asal-usul barang, wajib CnC, mengatur ekspor, wajib melunasi iuran tetap dan royalti termasuk tunggakan sebelum ekspor timah," katanya.

Dia menjelaskan, dengan adanya Permendag maka ekspor timah melalui satu pintu, yakni melalui bursa. Itu artinya, badan usaha bisa mengatur jumlah barang yang akan diekspor, selain itu dengan tata kelola yang baik harga timah juga bisa terdongkrak di posisi yang lebih tinggi.

"Kita salah satu produsen timah terbesar. Seharusnya bisa mengatur harga timah. Tapi saya lihat kita kurang cepat, jadi bisa dimanfaatkan oleh penambang ilegal dari negara asing. Sekarang serifikat CnC itu syarat yang harus dipenuhi jadi bisa menekan tambang ilegal," ujarnya.

(S037B012)

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015