Aden (ANTARA News) - Sebuah kapal komersial berlabuh di Aden, Jumat, dan menjadi kapal pertama yang memasuki bekas ibu kota di selatan itu sejak perang Yaman melanda kota pelabuhan tersebut pada Maret.

Kapal Venus, yang dioperasikan oleh United Arab Shipping Co., membawa kargo 350 kontainer produk-produk yang dipesan pengusaha-pengusaha di Aden, kata wakil direktur pelabuhan Aref al-Shaabi, lapor AFP.

"Ini menandakan kembalinya kehidupan pelabuhan Aden dan ini akan menguntungkan kota serta provinsi-provinsi di selatan," kata Shaabi kepada AFP.

Shaabi mengatakan kapal-kapal lain dalam beberapa hari mendatang diperkirakan tiba di Aden, pelabuhan utama negara miskin tersebut serta ibu kota bekas Yaman Selatan.

Sejak pasukan propemerintah merebut kembali kota itu dari pemberontak Huthi pada Juli, beberapa pesawat yang membawa bantuan kemanusiaan sudah mendarat di lapangan terbang internasional Aden yang sudah diperbaiki, yang sempat menjadi lokasi terjadinya bentrokan hebat.

Beberapa pesawat penumpang juga sudah tiba, sehingga warga bisa pulang ke rumah mereka setelah sebelumnya menyingkir menghindari kekerasan.

Pemberontak Huthi dan tentara yang setia pada mantan presiden Ali Abdullah Saleh menyerang dan merebut Aden pada Maret setelah mengambil alih ibu kota tanpa perlawanan pada 2014.

Pemberontak yang terus merangsek ke selatan membuat Presiden Abedrabbo Mansour Hadi menyingkir ke Riyadh dan memicu dilancarkannya serangan udara yang dipimpin Arab Saudi terhadap pemberontak di seluruh negara.

Dengan didukung persenjataan berat dan tentara Teluk serta pejuang Yaman yang dilatih di Arab Saudi, para pendukung setia pemerintah merebut kembali Aden dan empat provinsi lain di selatan.

Pasukan pro-Hadi mengalihkan perhatian mereka untuk melawan pemberontak dan merebut pengendalian atas kota ketiga, Taez, yang dilihat sebagai gerbang ke ibu kota.

Di tengah pertempuran yang masih berlangsung di sebagian besar wilayah Yaman dan peringatan PBB bahwa negara tersebut berada di ambang bencana kelaparan, negara-negara kuat di dunia menyuarakan keprihatinan mengenai serangan udara yang dipimpin Saudi dan penembakan oleh pemberontak di kota pelabuhan barat Hodeida.

UE dan AS mengkritik serangan pada Selasa terhadap Hodeida, pintu masuk utama bagi pasok bantuan.

Washington mengatakan serangan udara tersebut sepertinya menyasar pemberontak Huthi, namun juga dilaporkan menewaskan pekerja dok dan merusak infrastruktur.


Hodeida Garis Penolong Krusial

"Kami sangat prihatin dengan serangan pada 18 Agustus terhadap infrastruktur penting di pelabuhan Hodeida," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Alistair Baskey.

"Pelabuhan itu merupakan garis penolong krusial yang digunakan untuk menyediakan obat-obatan, makanan dan bahan bakar bagi masyarakat Yaman."

UE mengatakan "serangan udara baru-baru ini dan penembakan fasilitas pelabuhan Hodeida menciptakan hambatan tambahan dan segera terhadap impor makanan, bahan bakar, obat-obatan dan barang-barang kebutuhan mendasar lain."

Perang Yaman telah menewaskan hampir 4.500 orang, banyak di antaranya adalah warga sipil, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Direktur badan bantuan PBB Stephen OBrian mengatakan ia khawatir serangan udara itu akan memberikan dampak buruk bagi situasi kemanusiaan yang sudah buruk ini.

Sekitar 80 persen dari 26 juta penduduk Yaman berada dalam kondisi sangat membutuhkan bantuan, dan lebih satu juta penduduk terpaksa meninggalkan rumah mereka selama perang yang sudah berlangsung hampir lima bulan.

Di tengah konflik di negara dengan pemerintah yang berada dalam pengasingan, serangan pesawat tanpa awak AS pada Jumat menewaskan tiga tersangka milisi Al-Qaeda di Marib, timur Sanaa, kata sumber-sumber kelompok suku.

Ketiganya berada dalam sebuah kendaraan ketika sebuah rudal menghantam mereka pada dinihari di kawasan padang pasir provinsi kaya minyak, Harib, kata sumber tersebut.

Al Qaida di Jazirah Arab mengambil kesempatan dari kemelut di Yaman untuk merebut kota pelabuhan di selatan, Mukalla, ibu kota provinsi Hadramawt.

(Uu.S022/T008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015