Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) membantah mempergunakan Dana Operasional Menteri (DOM) untuk keperluan pribadinya seperti yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum KPK.

"Saya selaku yang dituduh menggunakan DOM tersebut tidak pernah dikonfirmasi dalam penyidikan KPK tanggal 14 Juli 2015 oleh penyidik, saya hanya ditunjukkan Buku Kas DOM tahun 2011-2014," kata Suryadharma saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dia menambahkan Penuntut Umum KPK dalam dakwaannya kurang jelas, namun saya tetap akan memberikan bantahan dakwaan PU KPK.

Dalam dakwaan, Suryadharma disebut menyalahgunakan DOM hingga Rp1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM.

Pertama, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu membantah menggunakan DOM untuk membayar pengobatan uangnya sejumlah Rp12,435 juta.

"Saya sebagai menteri memperoleh asuransi kesehatan VVIP dan istri saya sebagai anaggota DPR juga punya kartu asuransi VVIP, jadi tidak masuk akal bila saya minta dibayarkan biaya pengobatan anak saya pakai uang DOM," ungkap SDA.

Jaksa juga mengungkapkan bahwa SDA menggunakan uang Rp226,833 juta untuk membayar pengurusan visa, tiket pesawat, pelayanan bandara, transportasi dan akomodasi Suryadharma, keluarga dan ajudan ke Australia untuk mengunjungi anaknya bernama Sherlita Nabila.

"Saya tidak pernah mempergunakan uang DOM untuk keperluan biaya liburan saya dan keluarga di dalam mapun luar negeri. KPK telah menyita dan PU KPK telah mengetahui dokumen pembayaran tiket saya dan keluarga saat pergi haji. Bila saya punya watak menggunakan uang DOM untuk biaya tiket dan liburan, maka saya akan melakukan pada setiap perjalanan liburan di dalam maupun luar negeri," katanya.

Sedangkan uang Rp95,375 juta yang disebut untuk membayar transportasi dan akomodasi Suryadharma, keluarga dan ajudan dalam liburan dan kepentingan lain di Singapura menurut SDA digunakan oleh Kepala Bagian TU Kemenag bernama Saefuddin A Syafii.

"Sata tudaj oerbag nenoergybajab yabg DOM untuk liburan ke Singapura. Saya menduga uang itu dititipkan oleh saudara Saefuddin kepada ajudan. Saya tidak pakai lalu dikembalikan ke saudara Saefuddin namun Saefuddin tetap menulisnya sebagai uang yang dipergunakan menteri," jelas SDA.

Selanjutnya uang yang diberikan kepada saudara SDA bernama Titin Maryati senilai Rp13,110 juta adalah uang milik SDA sendiri.

Tuduhan bahwa DOM digunakan untuk membayar visa, transportasi dan akomodasi Suryadharma, istri dan anak bernama Kartika dan Rendika serta staf pribadi istri bernama Mulyanah Acim untuk pengobatan terdakwa ke Jerman sejumlah Rp86,73 juta juga dibantah SDA.

"Dawaan tersebut tidak benar, Kartika dan Rendika hingga kini belum pernah pergi ke Jerman. Saat naif bila untuk segala macam pembiyaan di Jerman hanya Rp86,7 juta. Saudara Saerfddin dan Abdul Wadut pada waktu itu ikut ke Jerman mendampingi saya. Saya menduga Saefuddin menggunakan uang itu untuk keperluan pribadinya selama di Jerman dan dicatat dalam pembukuan sebagai pengeluaran yang digunakan oleh saya," ungkap SDA.

Termasuk uang untuk membayar visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di bandara, transprotasi dan akomodasi untuk SDA keluarga ke Inggris sejumlah Rp51,97 juta menurut SDA adalah digunakan untuk Saefuddin dan Abdul Wadud yang dalam dakwaan masuk dalam rombongan pendamping amirul hajj.

Terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) sumbangan kepada kolega, staf dan pihak lain sejumlah Rp395,685 juta, menurut SDA hal itu tidak menyalahi aturan.

"Hal itu sama sekali tidak menyalahi aturan karena memang untuk melancarkan tugas-tugas menteri. Kriminalisasi penggunaan DOM inilah yang menjadi kekhawatiran pemerintahan Presiden Joko Widodo," tegas SDA.

Suryadharma didakwa memperkaya diri sendiri sejumlah Rp1,821 miliar dan 1 lembar potongan kain kabah (kiswah) serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp27,283 miliar dan 17,967 juta riyal atau setidak-tidaknya sejumlah itu sebagaimana laporan perhitungan kerugian Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

Menurut jaksa, Suryadharma melakukan sejumlah perbuatan yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendambilng Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan; menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan; mengarahkan Tim penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perubamah jamaah Indonesia tidak sesuai ketentuan serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.

Suryadharma diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Atas dakwaan tersebut, Suryadharma akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada 7 September 2015.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015