Tujuan studi banding atau kunjungan kerja sebaiknya dievaluasi ketat oleh DPR sendiri. Ini perlu apa tidak. Pada beberapa kasus, studi bandingnya kan dibuat-buat,"
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik Ray Rangkuti menilai pihak DPR perlu mengevaluasi secara ketat perihal agenda kunjungan kerja ke luar negerinya.

"Tujuan studi banding atau kunjungan kerja sebaiknya dievaluasi ketat oleh DPR sendiri. Ini perlu apa tidak. Pada beberapa kasus, studi bandingnya kan dibuat-buat," kata Ray kepada ANTARA News, Kamis.

"Tetapi mereka melakukannya dengan setengah hati. Efeknya tetap saja, studi-studi banding itu untuk tujuan lain," tambah dia.

Ray tidak mempermasalahkan DPR menjalankan agenda kunjungan wajibnya semisal pertemuan parlemen sedunia, semisal yang baru-baru ini dilakukan di Amerika Serikat. Namun, dia menyoroti agenda kunjungan mendadak yang beberapa kali dilakukan DPR.

"Sebenarnya ada kunjungan wajib yang mereka lakukan seperti pertemuan parlemen sedunia. Tentu itu acara-acara yang sudah seharusnya mereka hadiri. Yang menjadi masalah misalnya kegiatan-kegiatan yang bersifat dadakan, perlu dievaluasi seperti studi banding," tutur dia.

Kemudian, menyikapi kasus hadirnya Ketua DPR Setya Novanto dan beberapa pihak lainnya di DPR dalam kampanye politik di Amerika Serikat, dia mendorong Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) melakukan pemeriksaan.

Hal ini, kata dia, perlu dititikberatkan pada uang negara yang terpakai dan agenda kunjungan kerja.

"Kami dorong MKD untuk bersidang. Tidak bisa tidak diperiksa, karena menyangkut tiga hal, yakni mengapa jumlahnya sangat besar, padahal yang diundang itu hanya unsur pimpinan DPR. Semestinya enam orang sudah cukup," kata Ray.

"Kalau membengkak jumlahnya tentu anggarannya juga membengkak. Kalau dipangkas bisa tidak lebih dari Rp 1,5 miliar.
Lalu, mengapa agendanya bisa sampai molor. Pertemuan itu dari tanggal 31 Agustus hingga 2 Sepetember 2015. Tetapi kok ini sampai tanggal 10 September masih di sana. Kemana saja?," pungkas dia.


Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015