Jakarta (ANTARA News) - Saksi Muhammad Yagari Bhastara alias Gary mengungkapkan bahwa materi permohonan pengujian kewenangan terhadap Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang diajukan oleh OC Kaligis atas permintaan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho tadinya digunakan untuk perkara Kombes Pol Budi Gunawan.

"Gugatan itu yang sudah ada pada waktu perkara Komjen Budi Gunawan sudah dibuat draft pengujian Komjen Pol Budi Gunawan kalau dalam praperadilan tidak menang maka akan dimasukkan ke PTUN jakarta, tapi karena saat itu Pak OC menang, permohonan draft itu hanya ada di sebuah buku saja, buku itu bergambar hakim Sarpin," kata Gary saat menjadi saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Gary menjadi saksi untuk panitera yang juga Sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Syamsir Yusfan didakwa menerima uang 2.000 dolar AS.

KPK sendiri pernah menyidik kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) Budi Gunawan, namun hakim tunggal Sarpin Rizaldi dalam praperadilan pada 16 Februari 2015 yang menyatakan bahwa surat perintah penyidikan (sprindik) KPK tidak sah sehingga KPK melimpahkan penyidikankasus tersebut ke Kejaksaan Agung.

Gary menjelaskan, gugatan ke PTUN MEdan diajukan terkait dua hal pertama surat perintah penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD Sumatera Utara dan surat panggilan kepada Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis dan Plh Sekretaris Daerah Sumut Sabrina mengenai kasus tersebut.

"Tanggal 31 Maret ada surat panggilan dari Kejati Sumut untuk memanggil Kabiro Keuangan dan Sekda untuk diperiksa perkara Bansos di kejati Sumut, kemudian karena ada panggilan itu ibu Evy dengan pak Gatot datang ke kantor menjelaskan mengenai maksud panggilan-panggilan itu ke pak OC, karena Pak OC pengacara Pak Gatot sejak akhir 2013, karena ada panggilan itu ingin dibuat gugatan ke Kejati," ungkap Gary.

Maka Gary ditunjuk menjadi kuasa hukum Fuad Amin Lubis bersama dengan empat orang pengacara lain di kantor OC Kaligis and Associates yaitu OC Kaligis, Rico Pandeirot, Yulius Irawansyah dan Anis Rifai.

"Terkait panggilan-panggilan itu, draft dibuat saja, diganti nama, diganti Sekda namanya Sabrina dan Kabrio keuangan Ahmad Fuad Lubis, lalu pada 1 April Ahmad Fuad Lubis datang malam-malam untuk meeting, tapi pak OC tidak ada, ada saya, Dr Rico Pandeirot, Yulius Irawansyah dan Anis Rifai. Lalu Pak OC memerintahkan untuk meeting 2 April, ada Bu Sabrina dan Ahmad Fuad Lubis," jelas Gary.

Namun dalam pertemuan itu Sabrina menolak untuk menjadi pemberi kuasa.

"Ketika ibu Sabrina ditawarkan menjadi pemohon untuk mengganti isi draft, Bu Sabrina menolak karena dia hanya sebagai Plh yang penggantinya akan dilantik kemudian," tambah Gary.

Konsep gugatan itu menurut Gary pun sudah ditelaah oleh OC Kaligis bersama dengan para pakar hukum lain yaitu Lintong Siahaan dan Prof Panca.

Gugatan akhirnya didaftarkan oleh Gary dan OC Kaligis ke PTUN Medan pada 5 Mei 2015. Syamsir mendapat dua kali uang masing-masing 1.000 dolar AS yaitu pada 2 Juli yang diberikan langsung oleh OC Kaligis dan pada 7 Juli yang diberikan oleh Gary.

Hasil dari pemberian uang tersebut adalah majelis hakim yang terdiri dari Tripeni Irianto Putro. Dermawan Ginting dan Amir Fauzi mengabulkan sebagian gugatan. Gugatan yang dikabulkan adalah pembatalan surat panggilan kepada Ahmad Fuad Lubis dan Sabrina sedangkan gugatan yang tidak dikabulkan adalah penetapan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) Kejati Sumut.

Dalam perkara ini, Syamsir didakwa berdasarkan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, ditambah pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015