Beijing (ANTARA News) - Dewan Pertimbangan Presiden (Wantipres) mengunjungi sejumlah industri pertahanan Tiongkok, guna menjadi alternatif bagi pengadaan alat utama sistem senjata (Alutsista) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Anggota Wantipres Subagyo Hadi Siswoyo kepada Antara di Beijing, Selasa mengatakan,"kemajuan Tiongkok dari sisi ekonomi dan militer sangat mengagumkan sehingga sebagai alternatif pengadaan alutisista memang sangat penting dan strategis,".

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) tersebut menuturkan Tiongkok memiliki teknologi persenjataan yang beragam mulai dari teknologi madya hingga teknologi tinggi.

"Ini tentu menjadi pilihan aternatif yang menarik, karena kita dapat memilih alutsista mana yang sesuai, cocok dengan kebutuhan kita, tentu didasarkan pula pada pertimbangan lain seperti harga dan sebagainya," ujar Subagyo.

Terlebih lagi, tambah dia, Tiongkok mau memberikan alih teknologi terhadap alutsista yang dibeli. "Alih teknologi sangat penting, sehingga kita, Indonesia, satu saat dapat mengembangkan sistem persenjataan yang kita beli tersebut, menjadi produk kita sendiri," ujarnya.

Subagyo menambahkan Indonesia seharusnya belajar dari Tiongkok dalam mengembangkan dan mengelola industri pertahanan. "Kita kan punya industri strategis namun perkembangannya serta pengelolaannya belum maksimal, belum seperti yang diharapkan," katanya.

Tiongkok, lanjut Subagyo mampu mengembangkan industri strategisnya secara mandiri dan kini mampu mendukung kebutuhan alutsista bagi pertahanan negaranya bahkan telah diekspor ke beberapa negara.

Tentang fokus alutsista yang akan diadakan dari Tiongkok, Ia mengatakan "KIta akan lihat alutsista yang mendukung pengamanan wilayah perairan dan perbatasan, serta yang memiliki bermulti fungsi sebagai alat peralatan untuk penanganan bencana alam, atau operasi kemanusiaan lainnya.

"Untuk pengamanan wilayah perbatasan, kita memiliki sepuluh perbatasan laut dengan negara lain. Tiga wilayah perbatasan darat yang masih dalam tahap pembicaraan. Kita perlu mengamankan wilayah perbatasan antara lain dengan menggunakan pesawat intai tanpa awak," katanya.

Subagyo menambahkan,"kita juga perlu kapal dengan kecepatan memadai, dan persenjataan mumpuni, apalagi kita telah mencanangkan Poros Maritim dan tol laut. Itu artinya harus diamankan perairan kita. Kapal yang ada sekarang kan, kalah besar dan kalah cepat dengan kapal pencuri/perompak, bagaimana laut kita mau aman,".

Selama di Tiongkok, Subagyo dan rombongan akan meninjau National National Aero Technology, China Shipbuilding and Offshore International, China Aerospace Long March International dan China North Industries, dengan ragam persenjataan seperti "aircraft weapon system", pesawat intai tanpa awak, dan peluru kendali.

Indonesia dan Tiongkok telah menjalin kerja sama pertahanan sejak dibangunnya Forum Konsultasi Bilateral Bidang Pertahanan pada 2007, sebagai bagian dari Deklarasi Kemitraan Strategis yang disepakati kedua negara pada 25 April 2005. Kedua negara kemudian sepakat untuk menjadi mitra strategis komprehensif pada Oktober 2013.

Terkait industri pertahanan, Indonesia dan Tiongkok telah menandatangani nota kesepahaman antara Kementerian Pertahanan RI dengan The State Administration of Science, Technology and Industry for National Defence of The Peoples Republic of China (SASTIND) pada 22 Maret 2011.

Nota kesepahaman kerja sama industri pertahanan antara Indonesia dan Tiongkok mencakup pengadaan peralatan militer di bidang-bidang tertentu yang disepakati berdasarkan mekanisme G to G.

Selain itu disepakati pula alih teknologi peralatan militer tertentu, antara lain mencakup perakitan, pengujian, pemeliharaan, modifikasi, up-grade dan pelatihan.

Pewarta: Rini Utami
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015