Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) menemui Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) RI Jenderal TNI (Purn.) Wiranto untuk meminta dukungannya membantu mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.

Ketua APHA Dr. Laksanto Utomo menyampaikan berbagai persoalan yang menyangkut sengketa tanah dan kerap mengorbankan masyarakat adat dapat dihindari manakala RUU Masyarakat Hukum Adat disahkan menjadi undang-undang.

“Pengalaman saya melaporkan sesuatu kepada Pak Wiranto mendapatkan respon dan hasilnya cepat. Saat ini, APHA melapor belum disahkannya RUU Masyarakat Hukum Adat setelah 18 tahun ada di DPR belum juga disahkan. Mudah-mudahan setelah APHA bertemu Bapak (Wiranto), RUU Masyarakat Hukum Adat segera disahkan sebelum pemilihan umum tahun ini,” kata Laksanto selepas pertemuan di Jakarta, Rabu.

Dalam pertemuan itu, Laksanto, yang saat ini aktif menjadi dosen Hukum Adat di beberapa universitas di Jakarta, menilai Wiranto menyambut baik permintaan APHA.

“Saya sudah melihat dan mendengar bahwa RUU Masyarakat Hukum Adat itu sudah lama mandek di DPR. Bahkan, setiap ada usulan untuk di-pleno-kan, kandas dan tidak jadi. Apa masalahnya ini yang ingin saya dengar, setelah itu akan saya sampaikan kepada Presiden (Joko Widodo) untuk dapat mendorong agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU yang dimaksud,” kata Wiranto dalam pertemuan sebagaimana dikutip dari siaran resmi APHA.

Dalam pertemuan bersama Ketua Wantimpres RI, Guru Besar Hukum Adat Universitas Jember Prof. Dominikus Rato, yang merupakan Wakil Ketua APHA, perlindungan terhadap masyarakat ulayat merupakan amanat konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Pasal itu mengatur: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”.

Kemudian, salah satu anggota APHA, yang merupakan pengajar Hukum Adat di Universitas Pancasila, Dr. Kunthi Tridewiyanti menilai posisi masyarakat adat akan selalu lemah manakala RUU Masyarakat Hukum Adat tidak kunjung disahkan.

Dia pun menyampaikan kembali dua poin penting dari konferensi internasional tentang perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat adat yang digelar oleh APHA bersama MPR RI di Jakarta pada 7 Agustus 2023. Pertama, pengakuan atas keberadaan masyarakat hukum adat dijamin dalam konstitusi negara UUD 1945 sehingga hak-hak konstitusional mereka harus dijaga dan dilindungi oleh negara. Kedua, RUU Masyarakat Hukum Adat menjadi instrumen hukum yang dapat melindungi kelompok ulayat manakala mereka menghadapi konflik, perselisihan, atau pun sengketa-sengketa yang di antaranya terkait tanah adat.

Baca juga: Pemerintah dan DPR diminta segera bahas RUU Masyarakat Adat

Baca juga: BRWA registrasi 1.336 peta wilayah adat seluas 26,9 juta hektare

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023