Jakarta (ANTARA) - Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mengklaim telah meregistrasi 1.336 peta wilayah adat dengan luas mencapai 26,9 juta hektare di Indonesia.
 
"Peta wilayah adat itu tersebar di 32 provinsi dan 155 kabupaten/kota," kata Kepala BRWA Kasmita Widodo dalam konferensi pers yang dipantau di Jakarta, Rabu.
 
Kasmita mengatakan dari total 1.336 wilayah adat yang sudah registrasi tercatat sebanyak 219 wilayah telah ditetapkan pengakuannya oleh pemerintah daerah (pemda) dengan luas mencapai 3,73 juta hektare atau sekitar 13,9 persen.
 
BRWA mencatat masih terdapat 23,17 juta hektare wilayah yang saat ini belum ada pengakuan oleh pemda.
 
Menurut Kasmita, pemuda adat punya peran penting dalam pengambilan keputusan dan upaya dedikasi mereka terhadap aksi iklim, pencarian keadilan, dan terciptanya hubungan antar-generasi yang menjaga budaya serta tradisi.
 
Dalam konteks advokasi pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat di Indonesia, imbuhnya, peran pemuda adat sangat strategis dalam pemetaan wilayah adat, advokasi kebijakan, serta penerus pengelolaan wilayah adat berdasarkan budaya dan tradisi kearifan masyarakat adat.

Baca juga: BRWA: Dukungan para pihak perlu demi percepatan pengakuan wilayah adat
 
"Sementara itu kondisi masyarakat adat masih termarginalisasi di wilayah adatnya karena pengakuan dan perlindungan wilayah adat masih jauh dari harapan masyarakat adat," ujarnya.
 
Lebih lanjut dia menyampaikan kesungguhan pemda membentuk kebijakan daerah atau menerbitkan peraturan daerah (perda) pengakuan masyarakat hukum adat, menyiapkan kelembagaan, dan anggaran, itu sangat penting.
 
Kementerian dan Lembaga (K/L) yang terkait dengan hal ini, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian ATR/BPN, supaya memperkuat kapasitas dan anggaran yang mereka miliki guna menyelenggarakan proses-proses hutan adat maupun pendaftaran tanah ulayat.
 
"Kementerian ATR/BPN harus segera, kalau tidak sangat sulit proses pendaftaran tanah ulayat itu dilakukan di wilayah-wilayah adat karena kebijakannya sendiri masih bertabrakan satu dengan yang lainnya," kata Kasmita.

Baca juga: BRWA registrasi 1.119 peta wilayah adat dengan luas 20,7 juta hektare
 
Jalan tempuh pengakuan masyarakat adat berdasarkan undang-undang sangat melelahkan buat masyarakat adat. Mereka harus berurusan dengan pemda untuk pengakuan dan pengukuhan subjek wilayah adat.
 
Lalu urusan dengan kehutanan dan Kementerian ATR/BPN kalau mau maju ke dalam pendaftaran tanah ulayat. Kemudian, kata dia, mereka yang berada di wilayah pesisir juga harus berurusan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
 
BRWA menilai undang-undang membuat masyarakat adat harus berurusan secara administrasi dengan banyak K/L dan pemda.
 
"Dorongan untuk pengesahan RUU Masyarakat Adat, saya kira ini menjadi salah satu jalan pembuka untuk kesederhanaan maupun percepatan proses-proses pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Tentu saja RUU yang saya maksud adalah RUU juga yang sudah mendapat masukan-masukan dari organisasi masyarakat sipil," kata Kasmita.
 
"Saya menegaskan bahwa anggaran bagi penyelenggaraan pengakuan wilayah adat, pengakuan masyarakat adat, dan pengakuan hutan adat, ini harus dialokasikan cukup memadai, sehingga aparat pemda  maupun kementerian bisa menyelenggarakan perluasan target-target capaian pengakuan wilayah adat maupun hutan adat," ujarnya.

Baca juga: KKP fasilitasi pengelolaan wilayah pesisir Sorong berbasis hukum adat
Baca juga: KLHK verifikasi wilayah adat dan calon areal hutan adat di Gumas

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023