"Masyarakat Papua masih menanti payung regulasi pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat."
Jakarta (ANTARA) - Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Toni Wanggai mendorong percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat supaya menjadi payung hukum dalam melindungi hak masyarakat adat, termasuk di Papua.

Toni mengatakan hingga saat ini RUU Masyarakat Hukum Adat belum ada pengesahan sejak mulai dibahas dari tahun 2014 dan disetujui dalam rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di 2020.

"Sampai saat ini belum ada pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat," kata Toni saat dihubungi ANTARA melalui sambungan telepon di Jakarta, Senin.

Dengan pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat, lanjut Toni, maka hak mendasar masyarakat Papua mendapat perlindungan dan terpenuhi, khususnya sejak ada persetujuan pemekaran wilayah daerah otonom baru (DOB).

Baca juga: Anggota DPR: Perlu kemauan politik selesaikan RUU Masyarakat Adat

DPR telah menyetujui pengesahan tiga RUU DOB provinsi Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Pegunungan Tengah. Dia mengaku MRP khawatir pemekaran wilayah di Tanah Papua itu dapat memicu beragam konflik terkait batas wilayah adat.

Oleh karena itu, untuk mengatasi potensi konflik terkait batas-batas wilayah di DOB, MRP akan mendorong penyelesaian melalui pendekatan budaya dan adat; sementara peradilan adat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua tetap berjalan.

Toni menyebutkan jumlah suku adat di Papua sangat banyak, sehingga harus ada kesepakatan hukum yang digunakan di setiap wilayah adat.

"Masyarakat Papua masih menanti payung regulasi pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat," ujarnya.

Baca juga: APHA: Akar konflik adat disebabkan ketidakpastian batas hak ulayat
Baca juga: APHA desak pemerintah dan DPR sahkan RUU Masyarakat Hukum Adat

Pewarta: Feny Aprianti
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022