Jakarta (ANTARA News) - Untuk pertama kalinya pencipta Bengawan Solo diabadikan dalam film dokumenter bertajuk "Gesang Sang Maestro Keroncong". 

Film yang disutradarai Marselli Sumarno itu dibuat pada 2004 saat almarhum Gesang berusia 86 tahun. Teknologi perekaman dekade silam pun belum secanggih masa kini yang serba digital. Pita film dokumenter Gesang yang terbengkalai karena dirinya sibuk dengan proyek lain nyaris tak bisa diselamatkan. 

"Saat dibuka beberapa tahun lalu, hampir hancur, keluar bubuknya," kata Marselli di Galeri Indonesia Kaya, Rabu. 

Marselli menampilkan kehidupan sederhana Gesang di masa senja. Meski jalannya mulai tertatih-tatih, Gesang masih bugar untuk ukuran seusianya. Ia rajin merawat burung peliharaan di rumah tinggalnya di Solo. Meski sudah tidak aktif berkarya selama dua dekade belakangan saat pengambilan gambar berlangsung, dia kerap diminta bernyanyi bersama kelompok keroncong. Gesang juga masih kuat bermain layang-layang.


Gesang menuturkan motivasinya terjun ke dunia keroncong, musik yang katanya kampungan karena merakyat dan tidak pandang bulu. Tidak butuh gelar intelektual untuk mempelajarinya. 

"Paling mudah," kata pria yang tidak belajar musik di institusi formal itu. 

Dia mengisahkan awal mula membuat lagu legendaris yang telah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa. 

Lagu yang terinspirasi dari pengamatan Gesang mengenai sungai Bengawan Solo yang kering pada musim kemarau itu dibuat pada 1940, namun baru mulai dikenal saat Jepang menduduki Indonesia. 

Gesang yang mengenakan topi pet dipadu setelan kemeja rapi kemudian menyanyikan lagu yang juga populer di Jepang sembari menaiki perahu yang menyusuri Bengawan Solo. 

Komponis Andjar Any dan Waldjinah turut mengungkapkan pendapat mereka mengenai kekuatan "Bengawan Solo" dalam film dokumenter ini. 

Marselli Sumarno membutuhkan waktu selama sepekan untuk mengambil aktivitas Gesang. Kendala yang dihadapinya adalah mengakali pernyataan-pernyataan dari mulut Gesang yang berbicara dalam bahasa Jawa campur Indonesia. 

"Dialognya kami tenun sambil blok gambar. Beliau bukan orang yang banyak dan pintar bicara, tapi dikenal lewat karyanya," kata lulusan Akademi Sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta 1980. 

Ada satu adegan yang urung diambil Marselli, yakni aktivitas menangkap capung menggunakan lidi yang ditempeli bahan lengket dari nangka untuk dijadikan santapan burung peliharaan Gesang. Keterbatasan waktu dan kekhawatiran akan membebani kondisi fisik Gesang membuatnya membatalkan rencana ini. 

Dia berusaha menangkap gambaran Gesang dalam keadaan santai dan alami, sesuatu yang tak ada dalam rekaman video tentang Gesang dari arsip stasiun televisi.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015