Ankara (ANTARA News) - Partai Pembangunan dan Keadilan (AKP) Turki, Ahad (1/11), meraih suara mayoritas di Parlemen, sehingga menandakan perubahan sikap pemilih dari partai oposisi di tengah kekhawatiran mengenai ketidakstabilan dan lonjakan teror.

"Pemilih mendukung kestabilan dan kondisi ekonomi yang bisa diramalkan," demikian komentar pengulas Turki, Suat Kiniklioglu, mengenai keberhasilan AKP dalam pemilihan tersebut, setelah kalah dalam pemilihan umum 7 Juni.

Menurut kantor berita resmi, Anadolu, hasil awal itu dilandasi atas hampir 100 persen suara yang dihitung; AKP memperoleh 49,4 persen suara.

Partai Rakyat Republik (CHP), yang beroposisi, meraih 25,4 persen suara, kurang-lebih sama dengan jumlah yang diperolehnya dalam pemilihan umum lima bulan lalu.

Partai politik yang kehilangan banyak waktu adalah Partai Gerakan Nasionalis (MHP), yang suaranya merosot sebanyak 11,9 persen. Partai Demokratik Rakyt (HDP), yang pro-suku Kurdi, juga kalah dengan perolehan 10,7 persen suara, hampir tak melewati ambang batas nasional yang menetapkan angka 10 persen untuk bisa masuk ke parlemen.

Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu memuji hasil itu sebagai kemenangan buat demokrasi.

"Hari ini adalah kemenangan buat demokrasi dan rakyat kita," kata Davutoglu kepada pendukungnya di Provinsi Konya di Turki Tengah.

"Hari ini tak ada permusuhan, tak ada persaingan ... tak ada orang yang kalah. Bangsa menang," kata Perdana Menteri Turki tersebut, sebagaimana dilaporkan Xinhua. Ia mengisyaratkan pendekatan perujukan setelah masa kampanye yang tegang dan rakyat terkotak-kotak.

Lebih dari 54 juta warga Turki, yang sama dengan 86 persen penduduk, ikut dalam pemilihan umum itu, kata media Turki.

Dengan kemenangan besar tersebut, AKP diperkirakan meraih sebanyak 316 kursi, lebih dari yang diperlukan --276 kursi-- untuk membentuk pemerintah tapi gagal meraih dua-pertiga kursi yang diperlukan untuk mengubah undang-undang dasar.

CHP dilaporkan akan memperoleh 134 kursi sedangkan HDP mengatungi 59 dan MHP mendapat 41 kursi di Parlemen.

Sedat Laciner, seorang pengulas lain mengenai politik Turki, juga bergabung dengan Kiniklioglu di dalam analisisnya mengenai hasil pemilihan umum itu. Ia mengatakan, "Kelihatannya para pemilih telah memberikan pilihan mereka sehubungan dengan kekhawatiran mengenai terorisme dan keinginan bagi kestabilan."

Serangan bunuh diri oleh tersangka anggota Negara Islam (IS) menewaskan 34 orang pada 20 Juli di Kota Kecil Suruc, Provinsi Saliurfa di Turki Selatan --yang berbatasan dengan negara tetangganya, Suriah. Sebanyak 102 orang lagi tewas dalam dua serangan pemboman di Ibu Kota Turki, Ankara, pada 10 Oktober.

(C003)

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015