Jakarta (ANTARA News) - Uji klinik atau penelitian yang dilakukan pada manusia guna memastikan kemanjuran dan keamanan suatu produk farmasi dalam mencegah atau mengobati suatu penyakit terhadap vaksin flu burung (Avian Influenza/AI) untuk manusia strain Indonesia ditargetkan selesai pada akhir 2007. "Uji klinik untuk memastikan kemanjuran dan keamanan vaksin ini bisa selesai selama 2007," kata President Vaccine SBU Baxter Healthcare Swiss Kim C Bush setelah menandatangani nota kesepahaman kerja sama dalam pengembangan vaksin flu burung untuk manusia dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan di Jakarta, Rabu. Kim menjelaskan uji klinik penggunaan vaksin tersebut akan dilakukan di Indonesia bersama dengan Balitbangkes Departemen Kesehatan dan menurut Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari kegiatan itu akan dilakukan dengan melibatkan peneliti lokal. Berkenaan dengan hal itu Kepala Balitbangkes Triono Soendoro juga menjelaskan bahwa setelah nota kesepahaman itu ditandatangani kedua belah pihak akan segera memulai fase pertama dari uji klinik tersebut. "Maunya proses itu bisa cepat selesai. Tetapi butuh waktu lama untuk uji klinik dan itu merupakan prosedur standar internasional yang harus dilakukan," ujarnya. Setelah uji klinis memastikan kemanjuran dan keamanan penggunaan vaksin tersebut pada manusia, Kim melanjutkan, produksi vaksin untuk persediaan (stockpile) dan komersial baru bisa dilakukan. "Kita baru bisa memenuhi kebutuhan pemerintah Indonesia setelah uji klinik selesai dan penggunaan serta peredarannya disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia," kata Kim dan menambahkan bahwa selanjutnya pihaknya bisa memproduksi vaksin dalam waktu 10-12 minggu. Pada kesempatan itu Kim menjelaskan pula bahwa pihaknya dapat mengembangkan vaksin flu burung untuk manusia strain Indonesia karena mendapat spesimen virus H5N1 strain Indonesia dari laboratorium pusat kolaborasi WHO atas rekomendasi dari WHO dan persetujuan dari pemerintah Indonesia. Kim juga membantah pihaknya mendapat hak istimewa dari pemerintah Indonesia dalam hal perolehan spesimen virus H5N1 strain Indonesia. "Kita tidak mendapatkannya sesuai dengan prosedur standar sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh sebuah perusahaan. Tidak ada hak istimewa," katanya. Ia menambahkan pula bahwa penandatanganan nota kesepahaman kerja sama pengembangan vaksin flu burung yang dilakukan dengan Departemen Kesehatan juga tidak berhubungan dengan akses untuk mendapatkan spesimen virus H5N1 strain Indonesia. "Ini tidak ada hubungannya dengan akses dan kebijakan pemerintah Indonesia dalam hal pembagian sampel. Kerja sama ini dilakukan supaya Indonesia nantinya bisa menggunakan lisensi vaksin dan memproduksinya untuk kepentingannya dan negara lain," katanya. Menteri Kesehatan pun menegaskan bahwa pihaknya memang telah memberikan izin kepada Baxter Healthcare Swiss untuk menggunakan spesimen virus H5N1 strain Indonesia guna mengembangkan vaksin AI strain Indonesia.

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007