Ketergantungan yang tinggi terhadap dolar AS telah menyebabkan distorsi-distorsi global yang kini mengancam kemajuan ekonomi global,"
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia menyerukan reformasi tata keuangan global dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Antalya Turki pertengahan November 2015.

"Dalam pertemuan G20, Indonesia membawa isu penting yaitu mengenai reformasi arsitektur keuangan dunia," kata Presiden Joko Widodo.

Dalam KTT yang mengusung tema "Ensuring Inclusive and Robust Growth through Collective Action" itu, Indonesia mendorong reformasi arsitektur keuangan global yang juga pernah disampaikan pada KTT Asia Afrika pada April 2015.

"Kita juga ingin secara terus-menerus mendorong pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan dan tatanan ekonomi dunia yang berkeadilan," kata Presiden.

Isu-isu global lainnya yang dibahas dalam KTT G-20 di Turki nanti antara lain adalah masalah perubahan iklim.

Pada akhir 2015 diagendakan penyelenggaraan empat KTT yang waktunya berdekatan, yakni KTT G-20 di Turki, KTT APEC di Filipina, KTT ASEAN di Malaysia, dan "the 21th session of the Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change" atau COP ke-21 UNFCC di Paris, Prancis.

"Sebagai salah satu negara besar di dunia, kehadiran, suara dan peran Indonesia sangat penting dalam keempat KTT tersebut," kata Presiden Jokowi.

Pelaksanaan KTT G-20, menurut Presiden, sangat penting karena kondisi perekonomian global saat ini tengah menghadapi tantangan yang berat, ditandai dengan volatilitas pasar keuangan global yang makin tinggi, serta menurunnya harga komoditas di pasar dunia.

Presiden Jokowi juga menyebutkan ketergantungan dunia kepada mata uang dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi mengancam kemajuan perekonomian global.

"Ketergantungan yang tinggi terhadap dolar AS telah menyebabkan distorsi-distorsi global yang kini mengancam kemajuan ekonomi global," kata Presiden.

Menurut Presiden, sudah waktunya untuk merombak total arsitektur keuangan global.

Hal itu penting mengingat masalah utama yang dihadapi perekonomian dunia saat ini adalah menciutnya likuiditas dolar AS di hampir semua negara berkembang atau "emerging markets" dunia.

Selain itu, sejak diciptakannya mata uang Euro pada 1999, tidak ada mata uang dunia atau "global reserve currency" yang baru.

Menurut Presiden Jokowi, negara-negara berkembang harus segera mengimplementasikan reformasi-reformasi ekonomi yang fundamental.

"Reformasi perekonomian yang nyata sangat diperlukan untuk membangun kembali kredibilitas pasar serta merebut kembali kepercayaan investor dan pelaku ekonomi," katanya.

Reformasi ekonomi yang fundamental ini, menurut Presiden Jokowi, perlu diikuti likuiditas finansial yang kuat agar tidak mengalami gejolak karena terjadinya gangguan pada likuiditas.

Negara Berkembang
Sementara itu Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan Indonesia menyuarakan kepentingan negara berkembang (emerging market) terkait dengan reformasi di dalam Dana Moneter Internasional (IMF) yang hingga saat ini belum menemui titik temu karena AS belum memberikan persetujuan.

"Indonesia pada posisi dan mendorong agar reformasi ini terus berjalan dan negara yang mengalami hambatan bisa mengatasi masalahnya. Ini untuk kepentingan bersama karena kami ingin IMF yang lebih kuat dan peduli pada emerging market dan developing countries," kata Bambang.

Menkeu mengatakan Indonesia dalam forum G20 juga mengingatkan kembali agar negara maju yang akan menyesuaikan kebijakan moneternya agar mempertimbangkan dampaknya secara global kepada negara-negara berkembang.

"Indonesia ingin agar siapa pun yang membuat kebijakan moneter agar memperhatikan dampaknya secara global. Siapa pun silakan karena itu hak mereka untuk menjaga stabilitas makro. Akan tetapi, perhatikan juga dampaknya," katanya.

Menkeu mengacu pada kebijakan stimulus moneter Quantitative Easing (QE) 2008, yang ternyata merupakan stimulus semu bagi pertumbuhan global, apalagi saat ini dunia sedang menanti kemungkinan kenaikan suku bunga acuan the Fed (Bank Sentral AS).

"Ketika QE kemudian dihentikan, kita lihat dampaknya pada perlambatan ekonomi global. Perlambatan ini berpengaruh pada kemiskinan dan pengangguran. Kami hargai dan mengakui pentingnya kebijakan moneter, tetapi dampaknya bukan hanya ke sektor finansial, namun juga ke politik dan sosial," katanya.

Menurut Menkeu, Indonesia juga menyerukan pentingnya pembiayaan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi global. "Indonesia akan terus mendorong munculnya atau tumbuhnya infrastructure financing dan mendorong agar semua sepakat bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkualitas perlu pembangunan infrastruktur," katanya.

Menkeu menjelaskan agenda pembiayaan infrastruktur itu sejalan dengan hasil pertemuan G20 sebelumnya, yang menargetkan tambahan dua persen pertumbuhan ekonomi global dalam lima tahun mendatang.

"Pertumbuhan global tahun ini hanya 3,1 persen, jadi ini memang agak berat karena tahun depan perkiraan hanya 3,6 persen. Ini tugas berat, tetapi menjadi komitmen G20 karena pertumbuhan bisa mengatasi masalah sosial, seperti pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan," ujarnya.

Pembangunan infrastruktur bisa menjadi solusi utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi global dalam lima tahun menjadi kisaran empat atau lima persen, apalagi banyak lembaga multilateral yang saat ini memberikan pinjaman untuk pembiayaan proyek infrastruktur.

Pembiayaan investasi untuk sarana infrastruktur juga menjadi perhatian khusus karena Indonesia merupakan "co-chair Investment and Infrastructure Working Group" di G20 bersama dengan Jerman dan Meksiko.

G20 atau Kelompok 20 Ekonomi Utama adalah kelompok 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa. G20 dibentuk tahun 1999 sebagai forum yang secara sistematis menghimpun kekuatan-kekuatan ekonomi maju dan berkembang untuk membahas isu-isu penting perekonomian dunia. Pertemuan perdana G-20 berlangsung di Berlin, 15-16 Desember 1999.

Kelompok ini menghimpun hampir 90 persen gross national product (GNP) dunia, 80 persen total perdagangan dunia dan dua per tiga penduduk dunia. Anggota G20 adalah Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Brasil, Britania Raya, Tiongkok, India, Indonesia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Prancis, Rusia, Turki, Uni Eropa.

Dalam KTT G20 di Antalya Turki itu sejumlah negara nonanggota menghadiri pertemuan itu dan Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang menjadi anggota G20.

Oleh Agus Salim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015