Jakarta (ANTARA News) - Bank ABN AMRO memprediksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada akhir tahun ini diperkirakan kembali ke level 1.800. Penasihat Investasi ABN AMRO, Peter Harsono, dalam jumpa media di Jakarta, Selasa, mengatakan investasi di Indonesia masih memberikan peluang (harapan), terutama didorong oleh meningkatnya konsumsi masyarakat dan rencana pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintah. Namun, Peter mengungkapkan bahwa pada awal tahun ini IHSG akan mengalami 'slowdown' (penurunan) yang disebabkan oleh kekhawatiran inflasi, tingginya 'Price per Earning' (P/E) yang di atas rata-rata negara Asia lainnya (18,83 kali) dan masih rendahnya GDP (Gross Domestics Product) Indonesia. Menurut dia, tingkat inflasi diperkirakan terus meningkat di 2007 yang disebabkan oleh musibah banjir atau bencana alam lainnya yang menyebabkan terputusnya jalur transportasi di Jawa dan kepulauan sekitarnya. Tetapi Peter masih yakin angka inflasi diperkirakan akan berkisar 7 persen untuk 2007 dibanding 2006 sebesar 6,60 persen. Dia juga menyakini Bank Indonesia akan terus menurunkan suku bunganya miskipun penurunannya tidak sebesar tahun lalu. ABN Amro memperkirakan penurunan BI-rate 2007 sebesar 50 basis poin dibanding pada tahun lalu yang sebesar 300 basis poin. Dengan rendahnya suku bunga ini diharapkan bisa mendorong tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2007. Selama ini pemerintah dalam dua tahun terakhir dianggap belum bisa meralisasikan janjinya untuk meningkatkan PDB-nya sebesar 6,6 persen. "Hal ini dapat terlihat dari angka pengangguran yang terus meningkat," katanya. Selain suku bunga, pertumbuhan PDB juga akan didorong oleh rencana peningkatan anggaran belanja pemerintah untuk proyek infrastruktur, penurunan harga minyak dunia dan peningkatan daya beli masyarakat. Dengan kondisi ini, Peter berharap IHSG akan kembali ke level 1.800 yang didorong dari sektor infrastruktur, properti, semen dan konsumsi. Peluang Sementara itu, Chief Economist ABN AMRO, Han De Jong, dalam kesempatan yang sama mengungkapkan bahwa investasi di negara-negara `emerging market` (pasar negara berkembang) masih memberikan peluang yang besar. Han mengungkapkan bahwa kekhawatiran perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS) tidak akan menjadi kekhawatiran lagi terhadap perekonomian dunia. Bahkan dia melihat dengan perlambatan ekonominya telah menekan tingkat inflasinya. Dia juga memperkirakan dominasi mata uang dolar AS pada 10 tahun mendatang tidak akan terjadi lagi. Hal ini dipicu oleh meningkatnya perekonomian Eropa dan China. "Tidak menutup kemungkinan mata uang Euro mengeser dolar AS dan RMB (mata uang China) akan menjadi mata uang dunia yang ketiga," harapnya. (*)

Copyright © ANTARA 2007