Guangzhou (ANTARA News) - Setelah Indonesia-China membuka hubungan pariwisata secara resmi pada 30 Maret 2001, kunjungan wisatawan Indonesia ke 'Negeri Tirai Bambu' terus meningkat. Bahasa Indonesia terasa semakin penting bagi China, seiring meningkatnya kebutuhan tenaga pemandu wisata berbahasa Indonesia. Berdasarkan data Komisi Hubungan Perdagangan dan Pariwisata Indonesia-China, wisatawan Indonesia yang datang ke China mencapai 300.000 orang per tahun. Jumlah ini diperkirakaan terus meningkat karena gencarnya promosi dan banyaknya obyek wisata baru yang dibuka di negara tersebut. Tidak hanya itu, Universitty Guangdong of Foreign Studies bahkan meningkatkan penerimaan mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia, dari sebelumnya sekali lima tahun menjadi dua tahun sekali. Guru Besar Fakultas Sastra Guangdong Universitty, Prof Cai Jin Cheng MA, mengatakan setiap dua tahun universitasnya menerima sekitar 20 orang. Lulusannya pun sebagian besar bisa langsung bekerja di bidang pariwisata, di Departemen Luar Negeri China, Kantor Konsultan dan Kedubes China di Indonesia. Bahkan, ada di antara mereka yang telah menjadi pimpinan biro perjalanan di Guangzhou, Beijing, Shanghai, Shenzhen dan Guilin. Guangdong University sejak 2003 juga bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk mendidik staf pengajarnya untuk mendapatkan gelar master sastra dan bahasa Indonesia. Tahun ini, dikirim 10 dosen Guangdong University ke UGM. Jika kelak mereka kembali, mereka akan mengajar sastra dan bahasa Indonesia di almamaternya. Sejarah Jurusan Indonesia Jurusan sastra dan bahasa Indonesia pertama dibuka di Guangdong University pada 1970, saat hubungan politik dan luar negeri Indonesia-China sedang berada pada titik terbawah. Saat itu, hubungan Indonesia-China dibekukan, namun pimpinan China saat itu, Mao Zedong menilai bahasa Indonesia begitu penting, karena Indonesia adalah negara yang besar, sehingga jurusan sastra dan bahasa Indonesia tetap dibuka. Ia menyebutkan meskipun para lulusan saat itu belum terpakai, namun jurusan Bahasa Indonesia tetap dibuka, meski hanya lima tahun sekali. Mao Zedong berpendapat, suatu ketika bahasa Indonesia pasti akan dibutuhkan di negara ini, karena itu lulusan jurusan tersebut harus tetap dipersiapkan. Pendapat Mao kini terbukti, setelah hubungan Indonesia China kembali dibuka dan arus kunjungan antar kedua negara meningkat. Kebutuhan tenaga berbahasa Indonesia juga semakin dibutuhkan, terutama untuk kepentingan bisnis kedua negara, yang kini juga semakin meningkat. Penunjang pariwisata Salah satu lulusan jurusan Bahasa Indonesia, Yu Wen Hui, mengemukakan mengusai bahasa Indonesia sangat menunjang aktifitasnya sebagai pimpinan biro perjalanan wisata di China. "Penguasaan bahasa Indonesia membuat promosi perusahaan kami dapat lebih baik, sehingga jumlah kunjungan wisatawan meningkat dari tahun ke tahun," ujarnya. Ia menjelaskan rekan-rekannya sesama lulusan jurusan Indonesia, juga banyak yang terjun ke dunia bisnis biro perjalanan wisata. Bisnis biro perjalanan khusus wisatawan Indonesia ini diyakini memiliki prospek menguntungkan karena kunjungan turis dari Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. "Tenaga kerja berbahasa Indonesia memiliki kesempatan lebih luas bekerja di biro perjalanan wisata," kata Yu Wen Hui. Hal itu dibenarkan Zhang Xiaomei (24), yang juag menguasai bahasa Indonesia. Ia mengaku mudah mendapat pekerjaan di perusahaan biro perjalanan wisata yang mendatangkan wisatawan dari Indonesia. Xiaomei memilih jurusan bahasa Indonesia, karena bahasa ini termasuk minoritas dan langka dikuasai di China, sedangkan peluang kerja di bidang ini cukup terbuka, sehingga setelah selesai kuliah mudah mendapat pekerjaan. Zhang Xiaomei kini bekerja di Dong Fang Internasional Travel Service Ltd Guangzhao yang tiap tahun banyak menerima atau memandu kunjungan wisatawan asal Indonesia. (*)

Oleh Oleh Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2007