Jakarta (ANTARA News) - Departemen Perhubungan (Dephub) akhirnya secara tegas mencabut Surat Izin Usaha Penerbangan (SIUP) milik Bumi Cendrawasih Airlines karena tidak juga beroperasi setelah sekian lama diberi kesempatan. "Siapa bilang kami tak tegas. Buktinya, terhadap maskapai pemilik SIUP yang juga tidak beroperasi sekian lama, akhirnya kami cabut juga. Soal siapa mereka ini silakan (tanya) ke Pak Tatang (Dirjen Perhubungan Udara)," kata Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menjawab pers di Jakarta, Rabu. Sebelumnya, Sekjen LSM Peduli Angkutan Udara Indonesia (PAUKI) Eko Roesni Putro mendesak pemerintah berani, tegas dan obyektif terhadap maskapai penerbangan, khususnya terkait isu operasional dan keselamatan. "Artinya, pemerintah harus obyektif. Kalau memang dia secara operasional sudah tak layak, ya sudah cabut saja dan sebaliknya kalau masih layak harus didukung," katanya. Bahkan, Indonesia National Air Carrier Association (INACA) meminta pemerintah meninjau kembali perizinan usaha penerbangan karena kian sulitnya operator penerbangan mendapatkan pesawat. Dihubungi terpisah, Direktur Angkutan Udara Dephub, Santoso Edy Wibowo menjelaskan, pencabutan SIUP terhadap Bumi Cendrawasih Airlines telah dilakukan sejak 5 Januari 2007. "Prinsipnya, ini (pencabutan) wujud ketegasan pemerintah. Namun kepada mereka yang masih serius dan berkomitmen, pemerintah senantiasa memberi dukungan," kata Santoso. Dengan pencabutan itu, sesuai data Dephub hingga 13 Februari 2007, total jumlah perusahaan penerbangan niaga berjadwal untuk penumpang yang telah dicabut SIUP-nya menjadi 10 perusahaan, padahal hingga 31 Desember 2006, hanya 9 perusahaan. Sementara, jumlah SIUP total yang pernah diterbitkan Dephub untuk perusahaan penerbangan niaga berjadwal untuk penumpang sebesar 40. Dari jumlah ini yang masih berlaku sebanyak 30 SIUP. Dari 30 SIUP itu, ternyata yang belum operasi (karena belum memiliki Air Operator Certificate/AOC, ijin operasi) sebanyak tiga, sedangkan pemilik AOC sebanyak 27 perusahaan. "Dari 27 perusahaan pemegang AOC ini, 16 di antaranya sudah operasi, sedangkan 11 lainnya, sedang tidak operasi," kata Kahumas Ditjen Perhubungan Udara, Dephub, Indria Tirza. Sebelas perusahaan penerbangan pemilik SIUP dan AOC tersebut, berdasarkan data Ditjen Perhubungan Udara yakni maskapai dengan badan hukum PT Bouraq Indonesia yang berhenti operasi sejak 25 Juli 2005. Kemudian, PT Indonesia Airlines Avi Patria yang tidak jelas kapan berhenti operasi karena pernah berhenti, beroperasi lagi dan kemudian berhenti lagi dalam kurun waktu yang berbeda. Selain itu, PT Bayu Indonesia berhenti operasi sejak 17 Februari 2004, PT Star Air (3 Oktober 2005), PT Jatayu Gelang Sejahtera (Februari 2006 untuk domestik dan Agustus 2006 untuk internasional) dan PT Asia Avia Mega Tama (Maret 2004). Juga, PT Bali Internasional Air Service (pertengahan April 2005), PT Seulawah NAD Air (8 April 2003), PT Air Paradise International (23 November 2005), PT Top Sky International (19 Juli 2006) dan PT Efata Papua Airlines (11 Desember 2006). Sumber di Dephub, menyebutkan 11 maskapai ini dapat dikategorikan bermasalah dan dari sebelas perusahaan itu, beberapa di antaranya layak dicabut AOC dan SIUP-nya karena melanggar KM 81/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. Pasal 17 KM itu menyebutkan, maskapai harus beroperasi kembali setelah 90 hari kalender berhenti operasi. Jika tidak, maka pemerintah memberi peringatan pertama hingga ketiga dengan masa tenggang masing-masing satu bulan. Setelah masa peringatan ketiga berakhir, pemerintah membekukan izin operasinya selama sebulan. "Jika tidak beroperasi juga, SIUP dan AOC-nya layak dicabut," kata sumber itu. Sedangkan, untuk operator baru (pasal 54) harus segera beroperasi, maksimal satu tahun setelah SIUP diterima. "Jadi, dari aspek regulasi ini hanya dua maskapai yang masih aman dan lolos yakni PT Efata Papua Airlines dan PT Jatayu Gelang Sejahtera," kata sumber itu. Pada bagian lain, Santoso Edy Wibowo mengakui, dari tiga perusahaan penerbangan baru yang sudah mengantongi SIUP, Lorena Air melaporkan diri sedang merampungkan AOC-nya. Lorena Air berbadan hukum dengan nama perusahaan PT Eka Sari Lorena Airlines. Ditanya berapa jumlah pesawat dan rute yang dilayani Lorena Air, Edy menyatakan, "regulasi yang ada untuk maskapai baru mensyaratkan dua pesawat saja". Terhadap wacana yang berkembang bahwa maskapai baru disyaratkan minimal lima pesawat, Santoso Edy membenarkan, bahwa hal itu sedang dibahas dan arahnya tak lagi dalam bentuk KM (Keputusan Menteri) tetapi PP (Peraturan Pemerintah). Sedangkan dua perusahaan lain pemilik SIUP yang sedang mengurus AOC-nya adalah PT Golden Air dan PT Linus Airways. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007