Jakarta (ANTARA News) - Konsultan keuangan dan pajak, RSM Indonesia menyarankan pemerintah mengeluaran kebijakan perpajakan untuk mendorong Dana Investasi Real Estate (DIRE) atau Real Estate Investment Trust (REITs).

"Peluang DIRE di Indonesia sangat besar mengingat jumlah properti khususnya rumah sakit, mal, perkantoran, apartemen, dan hotel lebih banyak dibandingkan Singapura. Tetapi, sampai saat ini baru ada satu perusahaan yang menerbitkan DIRE yakni Ciptadana," kata Didik Wahyudianto, mitra RSM bidang audit dan layanan asuransi di Jakarta, Rabu.

Ia yang ditemani Sentot Agus Priyanto, mitra layanan pajak, dan Wiljadi Tan, mitra pembiayaan korporat dan dukungan transaksi, mengatakan DIRE merupakan instrumen yang diperdagangkan di pasar modal seperti halnya saham dan obligasi serta diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Melalui kerja sama dengan RSM Singapura, RSM Indonesia telah membantu Lippo Group menerbitkan dan mencatatkan dua REITs di Bursa Efek Singapura yakni First Real Estate Investment Trust dan Lippo Mall Indonesia Retail Trusts.

Hal ini menunjukan perlunya pemerintah mengeluarkan kebijakan perpajakan agar perusahaan tertarik menerbitkan DIRE di Indonesia, jelas Didik.

Lebih jauh, Sentot mengatakan di Bursa Efek Singapura saat ini tercatat 30 REITs dengan nilai kapitalisasi setara Rp600 triliun atau delapan persen dari nilai kapitalisasi saham di negara tersebut.

Sementara di Indonesia, baru dari Ciptadana dengan nilai kapitalisasinya hanya Rp2 miliar. Padahal, dibanding Singapura, properti Indonesia lebih banyak dan luas.

Sentot mengatakan, apabila regulasi di Indonesia lebih menarik untuk menerbitkan REITs tidak tertutup kemungkinan Lippo Group memindahkan kembali ke Indonesia.

Saat ini nilai kapitalisasi dua REITs tersebut setara Rp30 triliun dan tentunya ini akan menggairahkan pasar modal di Indonesia.

Dijelaskan seperti halnya saham, investor yang membeli DIRE nantinya mendapatkan dividen yang berasal dari pendapatan sewa (rental).

Perusahaan properti yang layak menerbitkan DIRE adalah rumah sakit, mal, gedung perkantoran, hotel, pergudangan dan apartemen apalagi perusahaan yang bergerak di bidang ini bisa melakukan rental jangka panjang.

Prospek DIRE di Indonesia sangat besar karena jumlah penduduk yang besar dan tingkat konsumsi yang meningkat, hal ini juga membuat sektor properti di Indonesia tumbuh dengan pesat seiring dengan terus membaiknya ekonomi, jelas dia.

Wiljadi berharap pemerintah segera memberikan dukungan baik dalam bidang regulasi perpajakan maupun pasar modal.

"Saat ini yang paling krusial adalah bagaimana agar regulasi perpajakan bisa lebih kompetitif dan memberikan daya tarik," katanya.

Saat ini yang menjadi perhatian untuk pengembangan DIRE adalah tingginya pajak atas pelepasan asset real estate, sehingga hal ini menjadi hambatan bagi pengelola DIRE untuk mendapatkan asset real estate tersebut, ujar dia.

Wiljadi mengatakan selama ini yang menjadi keberatan perusahaan untuk menerbitkan DIRE pada Peraturan Menteri Keuangan No. 200 tahun 2015 yang mengenakan pajak 25 persen atas laba dari penjualan asset kepada special purpose company (SPC) atau perusahaan tugas khusus yang dibentuk untuk menjual DIRE kepada investor, padahal sebelumnya hanya dikenakan PPh final 5 persen.

Namun peraturan ini sudah jauh lebih kondusif karena untuk dividen investor tidak lagi dikenakan pajak, tinggal bagaimana peraturan ini dibuat lebih menarik saat perusahaan menjual kepada SPC, jelas dia.

Berbeda dengan saham yang lebih berfluktuasi, maka DIRE atau REITs ini lebih memberikan pendapatan pasti dari dividen. Returnnya bisa sampai 20 persen sehinga lebih tepat bagi investor yang ingin memiliki altenatif investasi yang lebih pasti atau perusahaan dana pensiun, tambah Didik.

Pewarta: Ganet Dirgantoro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015