Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Luhut Panjaitan, mengimbau kepada seluruh prajurit Kopassus TNI AD menjaga kehormatan dan nama baik Koprs Baret Merah itu.

Dia katakan itu pada peringatan 40 tahun penerjunan di Kota Dili oleh Satgas Nanggala V Kopassandha, di Gedung Chandrasa Grup-3 Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Senin.

Operasi penerjunan pasukan pada 7 Desember 1975 di atas Kota Dili itu merupakan operasi lintas udara terbesar yang pernah digelar Indonesia. 641 personel gabungan TNI diterjunkan dari sembilan C-130 Hercules TNI AU yang terbang formasi dalam tiga elemen. 

Banyak yang tewas dalam penerjunan itu, sebagian karena pengelabuhan dari Falintil dan sebagian tropas (pasukan Portugis) sukses. 

Sebelum penerjunan dilakukan, personel intelijen telah disusupkan untuk mengumpulkan dan menganalisis data serta menggalang. Di antara satuan itu adalah Intai Amfibi Korps Marinir TNI AL dan Kopassus TNI AD (saat masih bernama Kopassandha TNI AD). 

"Buat danjen dan prajurit sini. Kami sudah 'jauh'. Kita masih bisa berdiri. Saya terharu kenapa begini. Padahal yang lain sudah pergi. Itulah hidup," kata Pandjaitan, yang namanya sebanyak 66 kali disebut-sebut dalam rekaman suara pembicaraan Ketua DPR, Setya Novanto, pengusaha M Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin. 

Pandjaitan menceritakan, saat itu bersama pasukan Kopassus ingin melaksanakan pembuka Operasi Seroja di Dili. Dia mengingat perintah Komandan Grup Satu Nanggala V, kini Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Sugito, yang harus berangkat untuk operasi penerjunan sebagai pembuka Operasi Militer Seroja. 

Pandjaitan ditunjuk sebagai Komandan Kompi A. "Saya tidak akan pernah mencederai janji saya sebagai prajurit baret merah," katanya. Pandjaitan juga komandan pertama Satuan 81 Gultor.

Dalam sambutannya itu, dia sempat mengusap wajahnya lantaran meneteskan air mata. "Maaf saya terharu sejenak. Saya bisa begini karena Pak Sugito. Karena prajurit-prajurit kita tangguh," ujar dia.

Diceritakan dia, operasi militer ini penuh kenangan. Ada prajurit yang gugur kena tembak kelompok Freetilin Timor-Timur. Selain itu, saat berada dalam pesawat menuju Dili, prajurit tidak bisa buang air besar dan kecil.

"Perjalanan begitu cepat, saya masih ingat pimpinan Pak Sugito baru datang dari Kupang terima perintah. Namun, skenario berubah," kata dia.

Luhut yang termasuk dalam salah satu anggota Satgas Nanggala V Kopassandha mengenang sulitnya perjuangan saat menjalankan operasi penerjunan Kota Dili pada 7 Desember 1975.

"Satu hal yang ingin saya ungkapkan, spirit dari teman-teman yang hadir di sini tidak bisa kita lupakan. Saya sendiri merupakan salah satu yang merasa tidak tahu apa yang akan terjadi besok," kata dia.

Pandjaitan yang pada saat itu berpangkat letnan satu infantri menceritakan, operasi dilakukan dengan persiapan minim dan anggota pasukan yang kelelahan.

Lebih lagi, operasi penerjunan yang membuka Operasi Seroja tersebut dilakukan dengan perubahan skenario dari yang direncanakan sejak awal.

Kendati demikian, operasi tersebut berhasil diselesaikan dalam waktu tiga jam setelah penerbangan dengan menguasai tiga sasaran utama yakni pusat pemerintahan, pelabuhan, dan landasan terbang.

Menurut dia, operasi ini tidak mungkin akan dirasakan oleh prajurit TNI era-globalisasi. Dia berpesan pada prajurit Kopassus TNI AD agar menjaga kehormatan pasukan Baret Merah.

Sebanyak 13 orang gugur dan lima orang hilang dalam operasi itu. 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015