Moskow (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Rusia pada Selasa (8/12) menyampaikan keprihatinannya sehubungan dengan laporan mengenai serangan udara koalisi pimpinan AS terhadap tentara Pemerintah Suriah dan sasaran sipil, ditambah dengan kehadiran militer Turki di Irak.

Empat pesawat tempur koalisi telah menembakkan sembilan rudal ke satu kamp militer Suriah di Provinsi Deir Az-Zour di Suriah Timur, menewaskan tiga prajurit dan melukai 13 orang lagi, kata Kementerian Luar Negeri Suriah, lapor Xinhua/OANA.

Sementara itu Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan satu lagi serangan koalisi terhadap sasaran yang keliru di Provinsi Al-Hasakah di bagian timur-laut Suriah juga merenggut banyak korban sipil.

"Secara umum, peristiwa ini menunjukkan bahwa situasi dalam pertempuran di lapangan melawan apa yang disebut kelompok bersenjata ISIS di Suriah dan Irak memanas," kata Kementerian di Moskow di dalam satu pernyataan daring.

Rusia telah melancarkan serangannya sendiri terhadap gerilyawan Suriah atas permintaan Presiden Bashar al-Assad sejak 30 September, dan berulangkali membantah tuduhan bahwa serangannya ditujukan terhadap oposisi Suriah dan sasaran sipil.

Kementerian Rusia juga menuduh Turki menggelar tentara di dekat Kota Mosul, Irak, dan menyatakan tindakan tersebut adalah "sumber ketegangan tambahan dan sangat sungguh-sungguh.

"Mereka telah tiba tanpa permintaan yang layak atau persetujuan pemerintah yang sah di Irak. Kami menganggap kehadiran semacam itu tak dapat diterima," kata Kementerian Rusia di dalam satu pernyataan.

Kementerian Luar Negeri Turki pada Selasa mengkonfirmasi satu batalion komando dikirim ke Kamp Militer Bashiqa di dekat Mosul di Irak Utara akibat meningkatnya bentrokan dengan ISIS, demikian laporan Xinhua . Menurut Kementerian tersebut, Turki telah mengerahkan tentara ke Irak sejak 2014 dan misi pelatihan di Kamp Bashiqa telah dilaksanakan sejak Maret untuk mengalahkan ISIS di Irak.

Pemerintah Irak pada Ahad memberi tentara Turki waktu 48 jam untuk pergi, dan memperingatkan semua tindakan akan dilakukan untuk memelihara kedaulatan nasionalnya setelah itu.

Di dalam pernyataan terpisah, wanita Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan bahwa pradini untuk menyelenggarakan babak baru pembicaraan internasional mengenai Suriah di New York, AS, pada 18 Desember. Kementerian tersebut menyampaikan beberapa alasan termasuk tak ada daftar yang dikumpulkan mengenai organisasi gerilyawan yang beroperasi di Suriah dan mereka yang dapat mengirim wakil ke pembicaraan antar-orang Suriah sebagaimana disepakati dalam pertemuan terdahulu --yang diselenggarakan di Wina, Austria, pada 14 November.

"Selama pekerjaan rumah ini, yang dilakukan oleh para peserta pembicaraan tersebut, tidak dikerjakan, itu akan kontra-produktif sebagaimana kami memandangnya, untuk menyelenggarakan pertemuan menteri," kata Zakharova.

Semua pihak bertemu pada dua babak pertemuan terdahulu, yang diselenggarakan di Wina pada penghujung Oktober dan pertengahan November, untuk menghasilkan peta jalan guna mengakhiri perang hampir-lima tahun di Suriah, yang telah menewaskan 250.000 orang dan memicu krisis pengungsi di Timur Tengah dan Eropa. Mereka sepakat untuk mengadakan babak berikutnya pertemuan di New York pada 18 Desember.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon pada Kamis (3/12) mengatakan "negara anggota melakukan koordinasi sangat erat" untuk membuka babak baru pembicaraan internasional mengenai Suriah di New York sebagaimana dijadwalkan.
(Uu.C003)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015