Jakarta (ANTARA News) - Sasatrawan Sapardi Djoko Damono selalu terkagum-kagum dengan Jepang, bukan pada kemajuan teknologinya, tapi cara bangsa itu memegang teguh tradisinya, di tengah derasnya penetrasi budaya asing. "Bangsa Jepang berhasil menyerap sebaik-sebaiknya pengaruh yang masuk dalam bidang apapun, tetapi ia tetap menjadi Jepang," kata Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia itu di Depok, beberapa waktu lalu. Ia mengemukakan bahwa negara yang kerap dijuluki sebagai negeri Matahari Terbit itu mulai membuka dirinya pada era Restorasi Meiji pada akhir abad ke-19. Meski sebagian orang menganggap masuknya unsur asing dapat merusak jati diri bangsa Jepang, ujar Sapardi, namun berbagai kemajuan yang tercapai membuktikan bahwa anggapan tersebut adalah salah. Lelaki kelahiran Solo, 20 Maret 1940 itu mencontohkan, dalam soal teknologi, Jepang lah yang pertama kali berhasil menciptakan jaringan kereta api bawah tanah pada awal abad ke-20. Namun tidak hanya itu, di ranah kesenian Jepang memiliki banyak orkestra yang dapat menandingi orkestra di negara lain dalam memainkan repertoar musik klasik Barat. "Menurut saya, bangsa itu telah melakukan hal yang seharusnya, yakni menyerap pengaruh kebudayaan lain sedalam-dalamnya, sementara tetap tidak kehilangan dirinya," kata pujangga yang telah menghasilkan sejumlah puisi seperti "Hujan di Bulan Juli" itu. Mengenai kebudayaan Indonesia, Mantan Dekan Fakultas Sastra UI periode 1995-1999 itu berpendapat bahwa Indonesia lebih memiliki kebudayaan yang "bhineka" atau beragam dibandingkan Jepang yang budayanya tunggal. Sapardi berharap Indonesia bisa terbuka terhadap kebudayaan lain, karena sebenarnya berbagai elemen kebudayaan di Indonesia, seperti wayang dan kisah Mahabharata-Ramayana, sebenarnya juga berasal dari kebudayaan asing. (*)

Copyright © ANTARA 2007