Jakarta (ANTARA News) - Bolak-balik soal dana ketahanan energi masih terus terjadi. Kali ini kembali Wakil Presiden, Jusuf Kalla, berujar dana ketahanan energi juga untuk mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan. 

Senin kemarin (28/12), dia menyatakan, dana ketahanan energi itu untuk "dana bantalan" alias "dana jaga-jaga" jika harga BBM dunia naik. 

Namun Selasa ini, dia berkata kepada pers, di kantornya, di Jakarta, "Semuanya. Pokoknya dana untuk energi. Boleh bantalan, boleh untuk energi terbarukan."

Energi terbarukan yang dia maksud itu contohnya biodiesel yang masih panjang tahap pengembangannya. 

"Ini bukan masyarakat menyubsidi pemerintah. Pemerintah tidak pernah disubsidi, tapi itu ada kelebihan kemudian dicadangkan untuk masyarakat juga nanti," kata Kalla.

Sebelumnya, Menteri ESDM, Sudirman Said, menyatakan, penerapan dana ketahanan energi yang dipungut dari uang pembeli BBM jenis premium dan solar itu masih menunggu ketentuan hukum. Dana ketahanan energi itu Rp200 perliter untuk premium dan Rp300 untuk solar. 

Jika jadi diberlakukan, besaran dana ketahanan energi yang bisa dimobilisasi ini Rp15 triliun setahun. UU Nomor 30/2007 tentang Energi menjadi "dasar acuan" dana ketahanan energi itu. 

Cara menggalang dana dari masyarakat dan himpunan semacam ini pernah terjadi, di antaranya penyisipan kupon iuran Palang Merah Indonesia pada tiket bioskop yang dibeli penonton. 

Secara terpisah, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Wahyu Pratomo, di Medan, Minggu, dalam beberapa kali penyesuaian harga BBM, masih terlihat ketidaktransparanan dan ketidakkonsistenan dalam penetapan harga. 

Dia memberi contoh, harga BBM terakhir naik 1 Maret 2015 atau premium menjadi Rp7.400 dan solar Rp6.900 per liter, saat harga minyak mentah di pasar dunia sebesar 50 dolar Amerika Serikat per barel dan nilai tukar uang Rp13.000 per satu dolar Amerika Serikat. 

Dengan harga minyak mentah dewasa ini yang lebih murah 22.5 persen berdasarkan MOPS Singapura, dan nilai tukar rupiah yang melemah 6,2 persen terhadap dolar Amerika Serikat dibandingkan kondisi Maret 2015, penurunan harga premium menjadi Rp7.150 per liter dinilai tidak proposional.

Hitungan harga BBM itu semakin dinilai tidak tepat. Menurut dia, karena dalam penetapan harga keekonomian premium (nanti) Rp6.950 seliter itu, masih ada tambahan pungutan dana ketahanan energi Rp200 perliter. Dijumlah, menjadi Rp7.150/liter sementara sekarang masih Rp7.400/liter. 

"Kebijakan penurunan harga BBM, terkhusus premium yang hanya sebesar Rp150 perliter dan pungutan dana ketahanan energi sangat tidak tepat," katanya.

Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015