Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) melaksanakan sidang pemeriksaan pendahuluan atas uji materi UU no 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yang berkenaan dengan pasal-pasal yang mengakibatkan sanksi pidana bagi para dokter. Sidang perkara yang dimohonkan oleh Dokter Ahli Anastesi Isfandyarie Sarwono tersebut digelar di gedung MK, Jakarta, Rabu, dengan Majelis Hakim dipimpin H. A. S. Natabaya, dengan anggota I Dewa Gede Palguna dan Soedarsono. Menurut Isfandyarie, permohonan uji materi terhadap UU no 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran tersebut dilatarbelakangi oleh adanya ancaman pidana terhadap profesi dokter yang dimuat dalam UU no 29 tahun 2004 yang mengakibatkan rasa kekhawatiran dalam bertindak untuk menangani masyarakat. Isfandyarie mencontohkan Pasal 37 (2) UU no 29 tahun 2004 yang menyatakan Surat Ijin Praktek (SIP) dokter dan dokter gigi untuk menjalankan sesuai profesi dibatasi hanya tiga tempat dan bagi yang melanggar terkena sanksi hukuman pidana 3 tahun penjara atau denda Rp100 juta. "Akibat pembatasan tersebut maka seorang dokter tidak bisa menolong untuk mengobati seseorang yang berada di luar daerah ijin prakteknya," kata Isfandyarie. Isfandyarie dalam persidangan tersebut kemudian mencontohkan bila salah seorang hakim pingsan maka dirinya akan terkena hukuman pidana bila melakukan pertolongan sebagai dokter karena tidak punya ijin di wilayah tersebut. "Hal ini telah menimpa salah satu dokter rekannya seprofesi di Jawa Timur yang dipidana karena melanggar ijin praktek tersebut, meskipun pasien yang ditangani tersebut sembuh," kata Isfandyarie. Ancaman hukuman pidana tersebut membuat banyak dokter resah, namun menurut Isfandyarie, mereka tidak berani untuk melaporkan ataupun memohonkan uji materi karena takut kepada Departemen Kesehatan. Dalam persidangan tersebut, selain didampingi oleh kuasa hukumnya, Isfandyarie juga didampingi oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur. Sementara itu dalam persidangan tersebut Majelis Hakim meminta agar pemohon memperjelas alasan kerugian konstitusi yang dialami oleh pemohon akibat UU tersebut. Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada pemohon untuk melengkapi dan memperbaiki permohonannya.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007