Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Pascal Lamy, mengatakan perundingan Putaran Doha harus berhasil, mengingat kegagalan akan berdampak luas tidak hanya pada sektor perdagangan. "Kegagalan mencapai kesepakatan tidak hanya menghilangkan semua tawaran di meja perundingan, tetapi juga menyebabkan ketidakstabilan dalam sistem perdagangan dunia," katanya pada wartawan usai bertemu Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di Jakarta, Rabu. Kedatangan Lamy ke Jakarta dalam rangka meminta dukungan politik untuk melanjutkan Putaran Doha. Menurut Lamy, ada 15 topik perundingan yang beberapa telah tampak penyelesaian yang jelas. Tiga isu utama yang menjadi kunci perundingan Agenda Pembangunan Doha adalah isu subsidi pertanian, tarif produk pertanian dan barang industri. "Untuk tiga isu utama itu, kita tahu bahwa AS, EU, India yang merupakan pemain utama dunia serta Brazil mencoba membantu mencari terobosan. Australia dan Jepang juga ambil bagian dalam upaya itu,"jelasnya. Lamy mengingatkan semua negara untuk bersikap seimbang dalam mengajukan penawaran, misalnya pada sektor-sektor sensitif seperti tekstil, alas kaki dan minyak kelapa sawit. Lamy mengatakan upaya mendorong perundingan putaran Doha telah terjadi di segala tingkatan dan kelompok-kelompok negara. Mulai dari pembicaraan antara duta besar, tingkat teknis dan pejabat senior. "Saya memang belum mengambil inisiatif untuk mengundang para menteri ke meja perundingan. Sekarang memang belum saatnya tapi saya tahu itu akan terjadi dalam waktu dekat ini,"ujarnya. Lamy mengaku kesempatan untuk mencapai kesepakatan memang kecil namun ia berharap negosiasi dapat dirampungkan pada akhir musim semi ini. Ia mengaku pencapaian kesepakatan dalam perundingan WTO itu sangat tergantung adanya terobosan baru dalam isu-isu penting seperti subsidi pertanian, tarif pertanian, tarif industri. "AS harus berubah dalam isu subsidi pertaniannya dan EU harus berubah dari isu tarif pertanian dan negara berkembang seperti Indonesia dan India harus lebih jelas dalam menentukan apa saja yang bisa dibuka tarif agrikulturnya terkait dengan isu SP (Special Products) dan SSM (special Safeguard Mechanisme)," paparnya. Menurut dia, isu SP dan SSM sudah tidak diperdebatkan lagi dan saat ini hanya masalah "angka" serta dan detil dari usulan SP dan SSM yang diajukan oleh kelompok negara berkembang G-33 yang dimotori Indonesia. (*)

Copyright © ANTARA 2007