Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) akhirnya menyepakati harga jual uap untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang 1, 2, dan 3 di Jawa Barat sebesar enam sen dolar AS per kWh.

"Sudah selesai. Harga jual uap untuk PLTP Kamojang sebesar enam sen dolar AS per kWh sudah final dan diterima kedua pihak (Pertamina-PLN)," kata Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Periwisata, Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis.

Menurut Edwin, kesepakatan harga listrik tersebut akhirnya tercapai setelah difasilitasi Menteri BUMN Rini Soemarno.

Ia menjelaskan, pembahasan untuk mencapai kesepakatan harga listrik berlangsung cepat, karena sudah mendapat audit dari Badan Pengawasan dan Keuangan Pembangunan (BPKP) terutama terkait harga uap dan biaya dari proses uap ke listrik.

Dengan begitu ujar Edwin, dapat ditetapkan berapa harga uap yang wajar, karena bukan hanya replacement terhadap cost-nya, tapi juga ada investasi di sana.

"Tapi intinya dalam pertemuan itu jangan tanya soal harga wajarnya, yang penting sepakat. Mereka membuat pernyataan sendiri," ujar Edwin.

Sebelumnya, telah terjadi polemik antara Pertamina dan PLN di media massa terkait belum tercapainya kesepakatan harga listrik untuk pembangkit PLTP Kamojang 1, 2, dan 3 antara PGE anak usaha Pertamina, dengan PLN.

Pihak Humas Pertamina dan PLN saling mengeluarkan pernyataan pers soal sinergi kedua perusahaan yang belum mencapai kesepakatan itu.

"Seharusnya jika ada permasalahan bisa didiskusikan baik-baik. Jika negosiasi "deadlock" atau buntu bisa minta bantuan Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham untuk memfasilitasi," tegas Edwin.

Ia juga menilai bagian hubungan masyarakat atau PR kedua perusahaan tersebut sebagai tindakan yang berlebihan sementara negosiasi masih dalam proses.

Bahkan Menteri BUMN Rini Soermano akhirnya turun tangan memanggil direksi Pertamina dan PLN untuk menyelesaikan permasalahan itu.

"Hari ini semua tahu bahwa kedua perusahaan sedang polemik di koran soal harga listrik. Seharusnya tidak seperti itu. Kalau ada apa-apa terkait kerja sama harus dibicarakan bersama, tidak harus di koran," kata Rini.

Menurut Rini, pemanggilan direksi kedua perusahaan itu untuk menegaskan kembali bahwa diperlukan peningkatan sinergi BUMN, namun segala sesuatunya harus diselesaikan bersama.

"Kita (BUMN) satu keluarga, jadi jangan ada lagi yang berpolemik di luar sana. BUMN itu harus betul-betul menjadi aset bangsa dan negara yang selalu mendahulukan kepentingan masyarakat dan menjadi agen pembangunan," tegas Rini.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016