Jakarta (ANTARA news) - Terdakwa kasus penghinaan terhadap Presiden, Eggi Sudjana, dijatuhi hukuman tiga bulan penjara, dengan masa percobaan selama enam bulan. Pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, majelis hakim yang diketuai oleh Andriani Nurdin menyatakan, Eggi terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghinaan terhadap Presiden, seperti yang diatur dalam pasal 134 jo 136 bis KUHP. Meski pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur ketentuan pidana untuk perbuatan menghina Presiden telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), majelis hakim menyatakan pasal 134 dan 136 bis KUHP masih berlaku untuk perkara Eggi. Majelis menyatakan putusan MK tidak berlaku surut, sehingga hanya berlaku untuk perkara yang timbul setelah adanya putusan tersebut. Perbuatan Eggi yang digolongkan menghina Presiden terjadi pada 3 Januari 2006, sedangkan putusan MK dijatuhkan pada 6 Desember 2006. "Perbuatan menghina Presiden dilakukan oleh terdakwa dalam waktu dan ruang yang terjadi sebelum putusan MK dijatuhkan. Maka putusan MK tidak dapat meniadakan tuntutan JPU maupun menghapus kesalahan pidana. Sehingga, pasal 134 jo 136 bis masih bisa didakwakan kepada terdakwa," tutur hakim anggota Koesriyanto. Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga menyampaikan penilaiannya terhadap putusan MK. Menurut majelis, pasal-pasal yang dicabut oleh MK, yaitu pasal 134, 136 bis, dan 137, harus dilihat secara kontekstual dan historis, sehingga tidak hanya dinilai sebagai peninggalan penjajah. Menurut majelis, pasal-pasal itu justru memberi kepastian hukum dan menjaga keseimbangan antara hak seseorang untuk menyampaikan pendapatnya dan rasa tanggungjawab atas pendapat yang disampaikan itu. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Eggi hukuman pidana empat bulan penjara dengan masa percobaan delapan bulan. Majelis hakim menyatakan, hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatannya telah menimbulkan rasa tidak nyaman pada Presiden selaku kepala negara, kepala pemerintahan, dan simbol negara. Sedangkan yang meringankan adalah, terdakwa bersikap kooperatif selama jalannya persidangan. Terdakwa juga telah meminta maaf kepada Presiden dan Presiden telah menerima permohonan maaf itu. Atas putusan majelis hakim, Eggi langsung menyatakan banding. Eggi didakwa melakukan penghinaan terhadap Presiden seperti yang diatur dalam pasal 134 jo 136 bis KUHP terkait pernyataannya di depan wartawan bahwa Presiden dan beberapa pejabatnya menerima mobil mewah dari seorang pengusaha. Pada 3 Januari 2006 di lobi Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Eggi di depan wartawan media cetak dan elektronik memberikan pernyataan kepada wartawan bahwa ia ingin mengklarifikasi kepada Ketua KPK atau jajaran KPK tentang adanya pengusaha yang memberikan mobil yang mungkin bermerk Jaguar kepada Kementerian Sekretaris Kabinet (Sekab) dan Jurubicara Presiden, juga kepada Presiden yang kemudian dipakai oleh anaknya. Di depan wartawan, Eggi mengatakan bahwa pengusaha yang memberi itu bernama Hari Tanu (Haritanoe Soedibjo-red). (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007