Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) memvonis Direktur Utama PT Brocolin, Dicky Iskandardinata, dengan hukuman 20 tahun penjara dalam kasus pencairan letter of credit (LC) di BNI Cabang Kebayoran Baru, Jaksel. Hukuman itu serupa dengan yang diterima oleh Dicky pada tingkat pengadilan negeri dan tingkat banding. Selain hukuman 20 tahun penjara, MA juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan. Ketua majelis hakim yang memutus perkara itu, Artidjo Alkostar, di Gedung MA, Jakarta, Kamis, mengatakan MA menolak kasasi yang diajukan oleh Dicky karena tidak ada kekeliruan dalam putusan hakim tingkat pertama dan tingkat banding (judex facti). "Pertimbangannya, karena tidak ada kekeliruan penerapan hukum dari majelis hakim judex facti," kata Artidjo. Selain itu, menurut dia, alasan-alasan yang diajukan dalam permohonan kasasi terdakwa sudah terungkap dalam persidangan di tingkat PN dan tingkat banding. "Karena itu, MA tidak bisa lagi mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan dalam permohonan kasasi," ujar Artidjo. Putusan kasasi tersebut diucapkan dalam rapat musyawarah majelis hakim pada Selasa, 20 Februari 2007, yang diketuai oleh Artidjo Alkostar dan beranggotakan Mansur Kartayasa serta Abbas Said. Menurut Artidjo, putusan itu diambil secara bulat tanpa adanya pendapat berbeda dari majelis hakim. Pada 20 Juni 2006, PN Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara dan hukuman denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan kepada Dicky. Atas putusan PN Jakarta Selatan itu, Dicky mengajukan banding. Pemilik nama asli Ahmad Sidik Mauladi Iskandardinata itu dijerat pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi tentang penyalahgunaan wewenang atau jabatan. Namun, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dalam putusannya pada 2 Oktober 2006 justru memperkuat putusan PN Jakarta Selatan. Majelis memutuskan lalu lintas uang senilai Rp49,2 miliar dan 2,9 juta dolar AS di PT Brocolin merupakan bagian dari pembobolan Bank BNI lewat pencairan L/C fiktif di BNI Cabang Kebayoran Baru, bukan merupakan dana yang awalnya disebutkan dari investor asing di Israel.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007