Manila (ANTARA News)- Pengawas hak asasi manusia Amnesti Internasional mendesak Filipina, Jumat, menghentikan gelombang pembunuhan politik yang dua laporan baru menyalahkan sebagian besar pada militer. Pemerintah Filipina dan PBB pekan ini mengatakan bahwa angkatan bersenjata, salah satu dari institusi-institusi paling kuat di negara itu, berada dibelakang banyak pembunuhan. Kelompok HAM itu menyerukan pemerintah Presiden Gloria Arroyo mengambil tindakan yang meyakinkan untuk mengakhiri pembunuhan-pembunuhan politik," terutama menjelang pemilu paruh waktu Mei mendatang. "Masa pemilu itu penuh dengan ketegangan," kata Amnesti itu. Pemerintah mengumumkan hasil penyelidikannya sendiri, Kamis setelah desakan dari seorang penyelidik hak asasi manusia PBB yang mengumumkan kesimpulannya sehari sebelumnya. Penyelidikan yang dipimpin seorang mantan hakim Mahkamah Agung, mengatakan para anggota militer mengizinkan dan mendorong pembunuahan "musuh-musuh negara." Kelompok HAM lokal mengatakan lebih dari 800 orang dibunuh karena alasan politik sejak Arroyo berkuasa tahun 2001, dan utusan PBB Philip Alston, kemarin mengatakan militer banyak terlibat dalam kasus itu. "Sampai sekarang tidak seorangpun yang dihukum, kendatipun ratusan pembunuhan terutama para aktivis kiri, dalam enam tahun belakangan ini," kata Amnesti itu yang dilansir AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007