Jakarta (ANTARA News) - Analisis Dampak Lingkungan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dinilai terlalu dini untuk dinyatakan selesai dan dilanjutkan ke tahap pembangunan.

Anggota Tim Penilai Amdal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Widodo Sambodo kepada Antara di Jakarta, Rabu, menilai idealnya amdal dilakukan dalam jangka waktu satu tahun dan harus diuji pada musim yang berada di negara terebut.

"Kereta atau moda transportasi apapun itu akan digunakan sepanjang tahun, tentunya harus diuji agar siap di segala musim," katanya.

Di Indonesia sendiri, lanjut dia, terdapat dua musim, yakni musim hujan dan kemarau, artinya amdal harus dilakukan di waktu-waktu bertepatan kedua musim tersebut.

"Tidak mungkin kan kereta hanya digunakan di musim kemarau saja, misalnya," katanya.

Widodo mengatakan idealnya jangka waktu pelaksanaan amdal, yakni satu tahun karena memang melibatkan disiplin ilmu yang beragam di luar ahli transportasi sendiri, seperti hidrologi, kelistrikan, pertanian, perkebunan, perumahan dan sebagainya mengingat jalur kereta akan melintasi berbagai jenis wilayah yang berbeda pula.

"Serta perlu dipikirkan pula dampak sosialnya dan tidak bisa dilakukan dalam semalam," katanya.

Berdasarkan pertimbangan tim penilai, dia mengatakan, amdal yang dilakukan oleh pengembang kereta cepat PT Kereta Api Indonesia China (KCIC) perlu dievaluasi kembali karena masih terdapat sejumlah aspek yang belum memenuhi ketentuan.

Widodo menyebutkan hal yang perlu dievaluasi, yakni prakiraan penumpukan di Stasiun Halim Perdanakusuma yang juga menjadi stasiun untuk kereta ke Bandara Soekarno-Hatta dan risiko benturan dengan kegiatan militer di Bandara Halim.

Selain itu, daerah pengaman yang sejajar dengan tol di jalur Halim-Karawang belum disesuaikan dengan daerah pengaman standar kereta cepat, jalur yang melintasi Sungai Citarum dan Waduk Saguling yang merupakan sumber pengairan ratusan hektar sawah serta Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan pengkajian keselamatan transportasi mengingat kondisi tanah di jalur selatan yang merupakan serapan air hujan.

"Pertimbangan kami seperti itu, namun kebijakan kembali lagi kepada Bu Menteri," katanya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya sebelumnya mengatakan revisi terkait amdal bisa dilakukan seiring pembangunan dan pemancangan batu pertama tetap bisa dilakukan.

"Revisi bisa sambil jalan, kekurangan amdal nanti dilanjutkan saja," katanya.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016