Jakarta (ANTARA News) - Akademisi Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta Prof Dr Bambang Pranowo MA menyarankan agar dilakukan kajian mendalam terlebih dulu sebelum dilakukan revisi Undang-Undang Terorisme.

"Kajian itu sangat penting sebagai pencerminan dari keseriusan pemerintah dalam mencegah terorisme di Indonesia sehingga pencegahan tidak hanya di hilir tetapi dari hulunya," kata Bambang di Jakarta, Jumat.

Menurut Guru Besar Sosiologi Agama itu, perlu dikaji juga hal-hal yang dikhawatirkan akan melahirkan terorisme seperti dari bidang pendidikan dan literatur keagamaan di sekolah dan masyarakat.

Selain itu, tambah dia, juga perlu dikaji peranan pihak-pihak terkait, seperti bagaimana sebenarnya peran TNI dalam upaya pencegahan karena terorisme itu mengancam kedaulatan negara.

"Semua harus dikaji secara mendalam sebelum diusulkan ke DPR dan kemudian disahkan. Secara umum memang UU Terorisme yang sekarang masih banyak kelemahan, sehingga revisi itu menjadi keharusan demi keberhasilan pencegahan terorisme di masa mendatang," katanya.

Saat ini pemerintah mulai menggodok sejumlah poin yang akan dijadikan draf revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sejumlah poin penambahan kewenangan dalam pencegahan dan penindakan terorisme jadi bahasan utama.

"Yang direvisi ini sebetulnya sudah kita laksanakan tapi belum diatur. Seperti masalah kegiatan pembinaan, pencegahan dan rehabilitasi tapi belum diatur UU," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan terorisme (BNPT) Komjen Pol Saud Usman Nasution.

Di samping itu, lanjut Saud, harus ada ketentuan materiil seperti masa penangkapan 7X24 jam yang dirasakan kurang karena kasus terorisme itu adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), lintas negara, dan antardaerah sehingga perlu ditambahkan baik masa penangkapan maupun penahanan.

Selain itu, usulan agar WNI dicabut kewarganegaraannya ketika menyatakan keluar dari NKRI juga ikut dibahas. Pemerintah akan menyiapkan landasan hukum untuk menindak WNI yang bergabung dengan kelompok terlarang di luar negeri.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016