Anggota parlemen masih mendisuksikan dan belum ada keputusan yang diambil terkait rancangan UU ini karena harus dimusyawarahkan dalam Majelis Nasional pada 15 Maret mendatang,"
Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Prancis untuk Indonesia Corinne Breuze mengatakan belum ada kepastian terkait penerapan pajak progesif untuk produksi sawit karena anggota parlemen masih mendiskusikan keputusan tersebut sampai rapat majelis kedua yang direncanakan pada 15 Maret 2016.

"Anggota parlemen masih mendisuksikan dan belum ada keputusan yang diambil terkait rancangan UU ini karena harus dimusyawarahkan dalam Majelis Nasional pada 15 Maret mendatang," kata Dubes Corinne usai penandatanganan Deklarasi Bersama Program Nusantara di Gedung Dikti Senayan, Jakarta, Selasa.

Dubes Corinne mengatakan Pemerintah Indonesia dan Prancis masih bisa berdiskusi terkait rencana penetapan pajak yang terdapat dalam rancangan undang-undang tentang keanekaragamanhayati ini sebelum diputuskan usai rapat Majelis Nasional Prancis pada 15 Maret mendatang.

Menurutnya, alasan pemerintah Prancis memberlakukan pajak progresif terhadap semua produk olahan sawit adalah untuk menyetarakan terhadap pajak produk minyak lainnya seperti minyak zaitun dan bunga matahari.

Selan itu, pajak minyak sawit juga dinilai terlalu rendah apalagi melihat penanamannya yang merusak ekosistem dan menyebabkan deforestasi.

Dubes juga membantah bahwa penerapan pajak ini diberlakukan hanya untuk Indonesia.

"Keputusan ini bukan untuk Indonesia saja, tetapi untuk negara mana pun penghasil minyak sawit," kata dia.

Sebelumnya rancangan undang-undang tentang keanekaragaman hayati ini telah diputuskan senat Prancis pada 21 Januari.

Dalam RUU tersebut, terdapat rencana penetapan pajak untuk produksi sawit yang mulai berlaku pada 2017 dengan rincian 300 euro per ton untuk 2017, 500 euro per ton untuk 2018, 700 euro per ton untuk 2019 dan 900 euro per ton pada 2020.

Saat ini Indonesia sebenarnya sudah dibebankan pajak minyak sawit sebesar 103 euro per ton.

Khusus untuk minyak kelapa sawit yang digunakan untuk produk makanan, RUU tersebut menetapkan adanya tambahan bea masuk sebesar 3,8 persen. Sedangkan untuk minyak kernel yang digunakan untuk produk makanan akan dikenakan bea masuk 4,6 persen.

Indonesia melalui Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian akan melakukan upaya diplomasi pada pemerintah Prancis terkait RUU ini.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016