Sanaa, Yaman (ANTARA News) - Serangan udara koalisi pimpinan Arab Saudi atas satu pabrik garmen di Yaman, Minggu, menewaskan setidaknya dua orang dan melukai 15 orang lain, di wilayah Yaman yang dikuasai pihak pemberontak, kata pemilik perusahaan kepada media.

"Dua orang pegawai, termasuk seorang anak laki-laki berusia 14 tahun tewas dan 15 lainnya terluka dalam serangan udara semalam," ujar Faisal al Musaabi.

Pencarian masih dilakukan untuk pegawai lain yang masih tertimpa puing bangunan yang berlokasi di bagian timur Sanaa itu, tambahnya.

Pihak koalisi telah melakukan serangan udara terhadap para pemberontak yang didukung Iran di penjuru Yaman sejak Maret.

Pihak pemberontak yang telah menguasai Sanaa sejak September 2014, melaporkan jumlah korban yang lebih besar, yaitu sebanyak 11 orang pegawai tewas dan empat lainnya terluka dalam serangan yang diarahkan ke bangunan itu, menurut situs resmi mereka sabanews.net.

PBB mengatakan lebih dari 6.100 orang telah tewas dalam konflik Yaman sejak pihak koalisi mulai meluncurkan serangannya, sekitar setengah dari korban merupakan warga sipil.

Pada Minggu, lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia (HRW) menuduh koalisi pimpinan Arab Saudi menggunakan bom tandan yang disediakan oleh Amerika Serikat yang dijatuhkan di Yaman, dan menyebabkan korban sipil berjatuhan.

"Arab Saudi beserta sejumlah rekan koalisinya, begitu pula dengan penyedia dari Amerika Serikatnya, secara terang-terangan mengabaikan ketentuan global yang menyebutkan persenjataan jenis itu seharusnya tidak pernah digunakan dalam keadaan apapun," kepala persenjataan HRW, Steve Goose mengatakan.

Sebuah tipe bom tandan yang digunakan oleh koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman adalah senjata CBU-105 yang terhubung dengan sensor dan merupakan buatan Amerika Serikat. Senjata jenis itu telah melukai warga sipil dalam setidaknya dua serangan, Goose mengatakan.

"Bukti tersebut mengangkat sejumlah pertanyaan serius tentang kepatuhan atas aturan persenjataan tandan dan ketentuan ekspor," dia menambahkan.

"Koalisi pimpinan Arab Saudi seharusnya menyelidiki bukti bahwa warga sipil menjadi korban dalam serangan itu dan berhenti menggunakannya sesegera mungkin," tambahnya.

Pada bulan lalu, pihak koalisi mengumumkan bahwa sebuah penyelidikan independen akan memeriksa tuduhan terkait kemungkinan pelanggaran terhadap warga sipil dalam konflik.

Sekelompok pakar dari PBB mengatakan pihak koalisi telah melakukan 119 serangan yang melanggar hukum kemanusiaan, dan menuntut penyelidikan internasional.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016