Istanbul (ANTARA News) - Turki pada Selasa, menyerukan pelaksanaan satu operasi darat dengan para sekutu internasionalnya untuk mengakhiri perang di Suriah, sementara seorang utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadakan pembicaraan di Damaskus yang bertujuan menyelamatkan rencana gencatan senjata.

Ketegangan-ketegangan meningkat akibat gempuran udara Rusia sebagai dukungan bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad, dengan Ankara menyebut pengeboman itu "barbar" dan Presiden Uni Eropa Donald Tusk menyatakan "harapan tinggal sedikit" untuk menemukan solusi.

Turki melihat penggulingan Bashar sangat penting untuk mengakhiri konflik lima tahun yang merenggut lebih 260.000 jiwa, dan dukungan bagi Suriah oleh Rusia dan Iran sangat besar.

"Kami menginginkan operasi darat dengan para sekutu internasional kami," kata seorang pejabat senior Turki kepada wartawan di Istanbul, dengan menambahkan suatu operasi memerlukan keterlibatan Amerika Serikat dan negara-negara Teluk.

"Tak akan ada operasi militer sepihak dari Turki ke Suriah," kata pejabat tersebut, tapi menambahkan,"Tanpa operasi darat tidak mungkin menghentikan pertempuran di Suriah."

Para pengamat takut bahwa masuknya pasukan Turki dan sekutunya di NATO dapat menjurus kepada konfrontasi berbahaya dengan Rusia.

Arab Saudi, yang juga pengeritik keras Bashar, telah menyatakan kesiapannya mengirim pasukan khusus ke Suriah untuk berperan serta dalam operasi-operasi darat terhadap kelompok bersenjata Negara Islam (ISIS).

Pengamat Turki dan Suriah, Aaron Stein, mengatakan deklarasi itu bukan strategi baru bagi Ankara, dengan menambahkan bahwa Turki berkeinginan melibatkan pasukan darat.

"Pembicaraan paling akhir tentang suatu operasi darat Turki merupakan pengulangan dari kebijakan Turki yang telah lama berlaku," kata Stein, dari Rafik Hariri Center dari Dewan Atlantik bagi Timur Tengah.

"Tak mungkin Turki akan mengerahkan pasukan darat di Suriah," katanya, memberikan catatan bahwa Turki akan menghendaki persetujuan Dewan Keamanan PBB dan AS.



Gencatan senjata sulit

PBB menyatakan pada Senin bahwa hampir 50 orang sipil, termasuk anak-anak, telah meninggal akibat pengeboman atas sedikitnya lima fasilitas medis dan dua sekolah di bagian utara Suriah.

Kawasan sekitar Aleppo, kota kedua Suriah, telah menjadi sasaran ofensif anti pemberontak oleh pasukan pemerintah dukungan pesawat-pesawat tempur Rusia. Ribuan orang melarikan diri ke perbatasan Turki.

Rusia membantah pihaknya telah mengebom rumah sakit, dengan menyebut laporan-laporan seperti "tuduhan-tuduhan tak mendasar".

Utusan PBB Staffan de Mistura bertemu Menteri Luar Negeri Suriah Walid Muallem di Damaskus pada Selasa untuk berusaha menghidupkan proposal yang telah diumukkan di Munchen pada Jumat untuk "penghentian permusuhan" di Suriah dalam sepekan.

"Kami secara khusus membicarakan isu akses kemanusiaan tanpa gangguan kepada semua kawasan yang terkepung tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh oposisi" dan IS, kata," De Mistura kepada wartawan setelah pertemuan tersebut.

Bashar mengatakan pada Senin bahwa akan sulit melaksanakan gencatan senjata pada Jumat.

"Siapa yang mampu mengumpulkan seluruh kondisi dan keperluan dalam sepekan? Tak ada satupun."

(Uu.M016) 

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016