...fenomena-fenomena yang kita sebut supernatural atau alam gaib itu mirip sekali kalau kita terjemahkan dan dibuang unsur kleniknya.
Jakarta (ANTARA News) - Supernova sejatinya hendak dibuat sebagai buku trilogi oleh Dee, panggilan Dewi Lestari. Akar, Petir, Partikel, Gelombang, yang tadinya akan dibuat sebagai sub bab dalam buku Supernova episode kedua akhirnya memiliki kisahnya sendiri. Jadilah Supernova menjelma sebagai hexalogy.

Akhirnya, para tokoh di seri Supernova: Bintang Jatuh, Bodhi, Elektra, Zarah, dan Alfa berkumpul di Inteligensi Embun Pagi untuk memecahkan segala misteri, menemukan jawaban.

Pertanyaan yang mungkin klasik. Darimana anda mendapat inspirasi dalam menciptakan Supernova?

Ini adalah penelusuran spiritual saya. Pada saat itu saya sedang punya rasa penasaran yang besar terhadap pertanyaan eksistensial tentang hidup, siapa saya, kenapa kita di sini, kenapa hidup begini, kenapa manusia begini, kenapa alam semesta begini, akhirnya saya tumpahkan dalam Supernova.

Akhirnya jadi perjalanan hidup anda yang dituangkan dalam serial ini?

Kurang lebih begitu. Kalau fiksi itu bungkusnya saja sebenarnya. Fiksi itu bisa dibilang kegemaran saya. Waktu itu ketika saya mengalami pertanyaan-pertanyaan, saya ingin share juga ke orang lain, apa yang saya alami, apa yang saya rasakan, termasuk apa yang saya dapat, yang tentu kebenaran itu relatif ya.

Apa yang saya anggap benar belum tentu benar bagi orang lain. Tetapi saya ingin berbagi hasil perjalanan saya apa, kemudian saya lihat yang saya bisa. Saya bisa nyanyi, saya bisa menulis, kemudian ruang ekspresi untuk berbagai hal-hal seperti ini jauh lebih terakomodasi lewat menulis fiksi.

Kisah apa yang paling cukup banyak melatarbelakangi Supernova?

Ini jarang saya ungkap sebelumnya karena saya tidak bisa ungkap sampai IEP selesai. Saya banyak terinspirasi oleh sebuah fenomena, yang dikenal dalam Budhism yaitu body satwa. Body satwa itu istilah untuk makhluk-makhluk, being. Saya tidak tahu pasti apa itu betulan disebut manusia, pokoknya disebutnya being. Kalau dalam Budhism itu dikenal konsep reinkarnasi. 

Mereka berulang kali masuk lagi dalam siklus hidup dan mati demi menolong makhluk-makhluk lain agar terbebas. Bisa dibilang body satwa ini makhluk-makhluk yang berkorban. Mereka sudah punya tiket keluar tapi mereka tidak pakai karena mau menolong dulu orang-orang yang masih, kaya di mesin cuci dalam hidup dan mati yang disebut samsara itu.

Jadi saya ambil modelnya dari sana. Dan memang kalau dalam konsep tumimbal lahir (istilah dalam Budha), ketika kita lahir kita back to zero lagi. Kita tidak ingat kita pernah apa, ngapain, siapa dulu saya. Seperti halaman baru lagi. Makanya amnesia itu konsep yang sangat kuat di dalam supernova.

Tokoh-tokohnya mengalami reinkarnasi?

Iya. Tetapi, karena mereka punya misi, mereka kaya mengalami percepatan untuk ingat lagi tugas mereka itu apa. Karena itu tadi, ada yang terlahir dengan misi, ada macam-macam lah. Misi mereka sangat spesifik, jadi mereka harus cepat ingat misi mereka ngapain.

Jadi anda percaya reinkarnasi?
Sejauh ini iya. Tentu itu berbeda-beda tergantung kepercayaan kita juga tapi bagi saya cukup masuk akal dan kayaknya fenomena-fenomena pendukung ke arah sana juga banyak ya. Apa bisa dibuktikan sekarang kan menurut saya masih dalam proses. Yang jelas, bagi saya kelahiran ulang itu sangat masuk akal.

Anda mengalami kesulitan saat mencari referensi untuk Supernova?

Banyak banget. Apalagi yang sekarang ini saya bicara dimensi lain. Coba bagaimana saya bisa ungkapkan sesuatu yang hadir secara konseptual matematika tapi kita sendiri tidak bisa lihat. Itu tantangan besar buat saya. 

Bagaimana saya menterjemahkan dimensi yang ada secara matematis tapi tidak secara empiris, kita tidak mengalami itu. Itu kan setengah mati. Saya tidak tahu pada akhirnya itu berhasil atau tidak. Saya berusaha sebaik mungkin saja. Betul-betul menantang buat saya bagaimana mendeksipsikan dimensi empat.

Referensi anda misalnya darimana?
Kebanyakan dari buku. Sejak tahun 2002-an saya sudah mulai survei tentang hyperreality, hyper beings, bagaimana secara konseptual makhluk-makhluk dimensi tinggi itu beroperasi. 

Dan sebetulnya dari yang saya temui, fenomena-fenomena yang kita sebut supernatural atau alam gaib itu mirip sekali kalau kita terjemahkan dan dibuang unsur kleniknya. Bagaimana makhluk dimensi tinggi beroperasi di dimensi kita.

Kalau dari segi penulisan, dari 15 tahun lalu sampai sekarang bagaimana?

Wah jauh berbeda. Jujur saya geli banget baca Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh. Ibaratnya seperti kalau lihat foto-foto kita tahun 1990 "kok bajunya gitu sih?". Tapi kan dulu rasanya keren. Nah, seperti itu rasanya. Dalam benak saya, "kok saya nulisnya dulu kaya gitu, dulu mikir apa sih". 

Tapi ya saya menerimanya sebagai penanda zaman, Dewi lestari tahun 2001 ya begitu, saya harus hormati itu. Tetapi kalau mau jujur banyak banget yang ingin saya perbaiki. Ya sudah lah, memang sudah fitrahnya begitu. Saya harus menghormati waktu yang telah berjalan.

Benar-benar geli saat membacanya?
Geli, geli banget. Saya kalau baca lagi, haduh.. bergidik. Kalau saya sekarang mungkin saya tidak akan buat kalimat seperti itu, cara menceritakannya berbeda.

Dari semua seri Supernova, mana yang paling berat proses pengerjaannya?

IEP, karena detail pekerjaannya. Kalau beban kurang lebih sama semuanya tapi kalau IEP karena saya harus menggabungkan lima cerita sebelumnya, butuh ekstra ketelitian dan karena ini edisi pamungkas. 

Banyak misteri-misteri yang saya gantung di seri sebelumnya, kadang-kadang saking lamanya saya sudah lupa dulu bikin misteri apa ya, bikin pertanyaan apa ya. Saya harus bongkar lagi, jangan sampai ada pertanyaan yang tidak terjawab. Kalau pun ada misteri baru itu karena saya sengaja menyimpannya di sana untuk tujuan kreatif, tapi jangan sampai karena ketidaksengajaan.

Kalau disuruh memilih, mana seri Supernova yang paling favorit?
Saya ini kalau kerja, yang paling terakhir saya kerjakan yang jadi favorit. Kalau ditanya saat tahun 2012 jawabannya Partikel. Kalau sekarang ya IEP.

Kalau tokoh favorit?
Itu seperti disuruh pilih siapa anak kesayangan kamu. Dalam menulis fiksi, semua pemeran punya andil. Seperti melukis, tidak bisa semua jadi objek utama. 

Harus ada yang jadi latar belakang, tapi bukan berarti latar belakang itu kalah penting dari objek utama karena dia ada untuk meng-high light si objek utama. Jadi saya enggak bisa punya favorit, ini orkestrasi, semua saling mendukung. Kalau ada satu yang missed, yang lain juga belum tentu bisa sempurna.

Apa mungkin ada kelanjutan dari Supernova?
Sebetulnya saya tidak menutup kemungkinan ada kelanjutan cerita di Supernova. Kalau pun tokoh-tokoh ini nanti dilanjutkan, itu sangat bisa karena dibilang juga kalau ini adalah awal dari kebersamaan mereka. 

Pada ending-nya (Inteligensi Embun Pagi), itu tidak menutup kemungkinan kalau ceritanya berlanjut. Tetapi tidak lagi dalam payung Supernova karena babak Supernova sendiri sudah selesai sampai di sini.

Di luar Supernova masih banyak pekerjaan rumah saya untuk bikin macam-macam (buku). Sudah ada beberapa judul dan ide, saya sudah gatal sebenarnya mau mengerjakan tetapi saya mau istirahat dulu selama enam bulan.

Kalau boleh kasih bocoran, buku apa yang nanti akan segera dikerjakan?

Saya punya beberapa naskah, ada satu naskah yang belum pernah saya lakukan sebelumnya yaitu cerita anak SMA. Persis kaya perahu kertas, itu karya mati suri. Saya dulu nulisnya waktu baru lulus SMA. Kalau pun akan dilanjutkan, saya harus nulis ulang, harus bener-benar rombak total dan harus riset lagi karena saya sekarang lihat anak SMA sudah jauh banget dari waktu zaman saya.

Beberapa buku anda sudah difilmkan, termasuk Supernova seri pertama. Apa kedepannya akan difilmkan semua?

Saya tidak mencanangkan semua supernova difilmkan tapi ketika tawaran ini datang saya bilang tunggu IEP tamat dulu karena biar dibaca dulu si akhir seperti apa supaya ketahuan benang merahnya.

Apakah nanti ingin terlibat dalam film-film dari buku anda?
Dalam tahap tertentu iya. Kepentingan saya sebetulnya hanya cerita, kalau sinematografi bukan keahlian saya jadi tidak mau terlalu ikut campur. Tapi apa saya harus nulis skenarionya? itu belum tentu.

Bisa saja seperti kemarin saat Jenny Jusuf tulis naskah untuk film Filosofi Kopi, sebelum mengadaptasi dia konsultasi dulu sama saya, kami bangun dulu konsep ceritanya mau dibawa kemana. Sepertinya itu yang paling ideal. (*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016