Batam (ANTARA News) - Indonesia keliru menerapkan sistem pendidikan yang lebih menitikberatkan pada aspek kognitif sehingga para peserta didik kehilangan kepercayaan diri dan sering menderita penyakit maag, kata Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A Djalil. "Anak-anak jadi stress dan belajar malah jadi beban karena mata pelajaran yang cukup banyak dan tak lagi menyenangkan," kata Sofyan dalam orasi ilmiah yang bertema Pendidikan Berbasis Karakter pada pembukaan rapat kerja nasional Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) di Batam, Jumat. Menurut dia, peserta didik dalam sistem pendidikan yang dikembangkan di Tanah Air menyebabkan mereka hanya dilihat dari IQ atau rangking. Hal ini menimbulkan dampak negatif misalnya anak didik anak jadi ego, besar kepala, sombong dan tak menerima kritik. Mereka yang tak mendapat rangking di kelasnya menjadi kehilangan kepercayaan diri, ujarnya. "Sistem pendidikan yang dikembangkan kini jadi menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan anak di masa mendatang," ujarnya. Dikatakannya, sistem pendidikan yang dikembangkan di sekolah agama seperti madrasah yang menekankan pada aspek hafalan juga keliru. Karena sistem demikian, katanya, banyak orangtua yang kini cenderung tak lagi mengirim anak-anak mereka untuk menuntut ilmu di sekolah formal. Sebagai ganti mereka memanggil guru untuk mengajar beberapa mata pelajaran saja di rumah. Fenomena ini kini dikenal dengan home schooling. Sofyan yang anaknya juga menuntut ilmu di rumah memberikan jalan keluar atas hasil-hasil dari sistem yang diterapkan keliru itu. Pendidikan seharusnya mampu melepaskan semua potensi yang ada pada anak sehingga mereka memiliki karakter. Ciri anak-anak yang berkarakter antara lain kreatif, inisiatif dan "tactful". Ia juga menyampaikan pandangannya itu kepada Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo dalam penerbagan mereka dari Jakarta ke Batam untuk berceramah pada acara serupa. Perhimpunan KB PII yang diketuai Prof Dr Ryaas Rasyid menyelenggarakan rakernas tiga hari mulai 2 Maret.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007