Jakarta (ANTARA News) - Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam berlangsung di Jakarta mulai Minggu (6/3) di tengah sejumlah harapan mengenai nasib dan masa depan Palestina untuk dapat meraih kemerdekaan dan kedaulatan di wilayah yang menjadi miliknya.

Pertemuan tingkat tinggi yang akan berlangsung hingga Senin (7/3) memiliki makna penting, bukan hanya bagi perjuangan Palestina meraih kemerdekaan dan kedaulatan, namun juga bagi Indonesia yang sejak awal konsisten mendukung bangsa yang telah berjuang puluhan tahun itu untuk mendapatkan hak mereka.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pertemuannya dengan wartawan pekan ini mengatakan KTT Luar Biasa OKI di Jakarta kali ini diharapkan mengembalikan permasalahan Palestina ke "radar" politik internasional yang belakangan ini disibukkan dengan berbagai isu seperti Suriah dan ISIS.

"Dalam KTT ini, kita ingin meletakkan isu Palestina ini kembali menjadi perhatian dunia Internasional," kata Retno.

Retno mengungkapkan kondisi dunia saat ini sangat cair dan banyak konflik di mana-mana, namun masalah konflik Palestina hingga saat ini belum terselesaikan.

"Isu Palestina yang sekarang belum terselesaikan tersebut kembali ke radar perhatian dunia. Oleh karena itu KTT ini sangat penting artinya," jelasnya.

Retno juga berharap dalam KTT Luar Biasa ini diharapkan memunculkan persatuan antarfaksi di Palestina serta anggota OKI agar terwujudnya perdamaian di negara itu.

Sementara bagi Indonesia, pertemuan ini menjadi penting karena dipercaya dan diminta untuk menyelenggarakan sebuah konferensi tingkat tinggi luar biasa yang khusus membicarakan masalah Palestina.

"Kami diminta Palestina dan OKI menjadi tuan rumah," kata Retno.

Menlu mengungkapkan latar belakang terselenggaranya KTT OKI Luar Biasa inni berawal saat Indonesia menjadi tuan rumah "International Conference on the Question of Jerusalem 2015" di Jakarta.

Retno mengungkapkan bahwa dalam acara tersebut bertemu dengan Menteri Luar Negeri Palestina Riad al Malki dan Sekjen OKI Iyad Madani.

"Dalam pembicaraan itu muncul harapan Palestina mengenai KTT Luar Biasa dan meminta Indonesia bersedia menjadi tuna rumah," ungkap Retno.

Selanjutnya, kata Menlu, pertemuan tersebut ditindaklanjuti dalam pertemuan luar negeri di Jeddah, Arab Saudi, diungkapkan gagasan KTT OKI Luar Biasa tersebut dan tidak ada satu pun negara yang berkeberatan Indonesia sebagai tuan rumah.

"Setelah itu Sekjen OKI menyampaikan undangan dan Presiden Joko Widodo juga menyampaikan undangan penyelengaraan KTT Luar Biasa OKI. Itu yang melatarbelakangi Indonesia menjadi tuna Rumah KTT Luar Biasa OKI," jelas Retno.

Menlu juga mengungkapkan penyelenggaraan KTT Luar Biasa yang berdekatan dengan KTT OKI pada April 2016 di Istabul, Turki.

Menurut Retno, KTT Luar Biasa hanya membahas satu hal saja, yakni isu Palestina, sedangkan KTT OKI akan membahas berbagai masalah yang muncul.

Dia juga menyebutkan dalam KTT OKI Luar Biasa ini nantinya ada dua dokumen penting terkait isu Palestina, yakni Dokumen Resolusi dan Dokumen Deklarasi Jakarta.

Retno menyebut dokumen Resolusi ini berisi penegasan kembali sikap dan posisi negara-negara OKI terhadap penyelesaian masalah di Yerusalem dan terkait kemerdekaan Palestina.

Sedangkan Deklarasi Jakarta berisi langkah-langkah konkret yang disepakati akan dilakukan oleh negara-negara OKI untuk menyelesaikan masalah Palestina.

Menggantungkan harapan
Banyak pihak yang menggantungkan harapan atas penyelenggaraan KTT LB OKI di Jakarta yang dihadiri setidaknya delegasi dari 56 negara anggota OKI.

Dari jumlah itu, 10-20 delegasi diantaranya dipimpin langsung oleh kepala negara atau kepala pemerintahan ditambah dengan empat negara yang bertindak sebagai pengamat.

Presiden Joko Widodo mengharapkan rakyat Palestina agar bersatu untuk membangun negerinya mendukung kedaulatan, antara lain karena adanya berbagai kelompok disana..

"Tentu saja pertama persatuan di Palestina sendiri antara faksi- faksi yang ada membangun bersama-sama Palestina," kata Presiden ditemui saat meninjau persiapan KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) tanggal 6-7 Maret di Balai Sidang Jakarta pada Jumat.

Presiden mengatakan Indonesia selalu mendukung agar Palestina menjadi negara berdaulat.

Hal itu, jelas Presiden, ditunjukkan melalui pembukaan kantor konsulat kehormatan di Kota Ramallah, Palestina.

"Ini juga sebuah bentuk dukungan yang kita serius memberikan dukungan itu," kata Presiden.

Indonesia telah diminta oleh negara Mesir dan Palestina untuk mengadakan KTT Luar Biasa OKI ke-5 yang memfokuskan bahasan kemerdekaan Palestina.

Sementara itu Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Pemerintah Indonesia mendorong perdamaian kedua pimpinan kelompok berseteru Hamas dengan Fatah untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina dalam Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ke-5.

"KTT LB OKI itu untuk membicarakan Palestina, menyelesaikan konflik. Tetapi yang paling penting bagi Indonesia adalah bagaimana preseden bersatu terlebih dahulu antara Hamas dan Fatah, antara Tepi Barat dan Gaza," kata Wapres di Makassar, Jumat.

Menurut Kalla, jika kedua pimpinan kelompok tersebut masih bersitegang, maka dukungan dari negara-negara Islam akan sulit untuk mengusung Palestina merdeka.

"Kalau mereka masih berpisah dan berkonflik, ya bagaimana bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri," katanya.

Menlu Retno Marsudi mengatakan keputusan Indonesia untuk menerima tawaran sebagai tuan rumah KTT-LB ini lebih kepada keinginan Indonesia untuk bisa melakukan sesuatu bagi Palestina.

Sebelumnya Indonesia juga telah memberikan berbagai dukungan bagi upaya kemerdekaan Palestina termasuk kerja sama peningkatan kapasitas dan juga bantuan di bidang lainnya.

"Kalau ditanya apakah setelah KTT LB OKI ini Palestina langsung merdeka, ya tentu saja tidak, tapi kita optimistis akan ada kemajuan, walupun belum sepenuhnya, tetapi sudah jauh lebih baik," kata Menlu Retno.

Sebagai tuan rumah KTT LB OKI Ke-5, Indonesia mengusulkan dua dokumen hasil dalam bentuk resolusi dan deklarasi agar dapat diadopsi dalam KTT Luar Biasa OKI tentang Palestina dan Al Quds.

"Pilihannya adalah do nothing (tidak melakukan apapun) dan do something (melakukan sesuatu), kita memilih do something," kata Menlu Retno dalam acara bincang-bincang dengan media di depan Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Jumat.

Menurut Menlu Retno, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa (LB) Organisasi Kerja Sama Indonesia (OKI) ke-5 tentang Palestina dan Al Quds di Jakarta, 6-7 Maret 2016, merupakan bentuk nyata upaya negara-negara OKI untuk mendorong penyelesaian konflik di Palestina.

Menlu menambahkan bahwa situasi di Palestina semakin hari semakin memburuk, terutama terkait status Kota Al Quds (Yerusalem) yang dikuasai oleh Israel.

Namun, tidak dapat dimungkiri, Menlu Retno berpendapat bahwa posisi Palestina saat ini, antara lain diakui oleh 137 negara dan berhasil menjadi negara peninjau PBB, adalah keberhasilan dari proses yang dilakukan oleh komunitas internasional, termasuk Indonesia.

"Oleh karena itu, ketika Sekjen OKI dan Palestina memberikan tawaran untuk menjadi tuan rumah, langsung kita terima karena kita ingin berkontribusi dalam proses tersebut," kata dia.

Sumbangan Indonesia juga termasuk mempersiapkan kapasitas Bangsa Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, melalui pelatihan tata kelola pemerintahan yang baik, pendidikan, kepolisian, pertanian, dan keterampilan lainnya.

Hingga pada akhir 2014 lalu, Indonesia telah melakukan pelatihan pembangunan kapasitas bagi sepuluh ribu warga Palestina di berbagai bidang.


Oleh Panca Hari Prabowo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016