.... Kami berusaha agar kedua pasangan bisa akur. Tapi kalau memang keputusan cerainya sudah bulat, kami juga tidak bisa memaksa."
Sleman (ANTARA News) - Pengadilan Agama Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta selalu berusaha mendamaikan kasus perceraian melalui mediasi karena angka perceraian di wilayah setempat dari tahun ke tahun selalu meningkat.

"Setiap ada perkara cerai yang masuk selalu kami ikutkan mediasi dulu. Kami berusaha agar kedua pasangan bisa akur. Tapi kalau memang keputusan cerainya sudah bulat, kami juga tidak bisa memaksa," kata Humas Pengadilan Agama Sleman Martowo, Rabu.

Menurut dia, hal yang dibahas dalam tahap mediasi meliputi harta dan nasib anak ke depannya.

"Kebanyakan pasangan tidak jadi cerai karena pertimbangan buah hati," katanya.

Ia mengatakan, hasil mediasi yang dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil menggembirakan. Sebab dari seluruh kasus perceraian, pasangan yang berhasil rujuk kembali hanya berkisar sembilan sampai 10 persen.

"Itu pun dengan catatan seluruh permohonan cerai yang diajukan juga belum tentu dikabulkan oleh PA," katanya.

Marwoto mengatakan, jumlah kasus perceraian di Kabupaten Sleman semakin meningkat dari tahun ke tahun.

"Angka perceraian naik terus. Penyebabnya macam-macam. Tapi yang paling banyak itu karena kedua pasangan terus menerus berselisih," katanya.

Ia mengatakan, pada 2014 kasus perceraian yang masuk ke PA Sleman berjumlah 1.389 kejadian. Angka tersebut terdiri dari cerai talak sebanyak 402 dan cerai gugat 987 kasus. Sementara pada 2015 jumlahnya meningkat menjadi 1.509 kasus yang terdiri dari cerai talak 464 dan cerai gugat 1.045 kasus.

"Sedangkan pada 2016 dari Januari hingga Februari kasus cerai yang masuk berjumlah 170 perkara. Sebanyak 59 merupakan cerai talak, dan sisanya cerai gugat," katanya.

Ia mengatakan, faktor perceraian tertinggi berupa perselisihan yang disebabkan oleh ketidakcocokan pandangan politis, gangguan pihak ketiga, dan tidak adanya keharmonisan. Kemudian diikuti oleh sikap suami yang meninggalkan kewajiban, seperti tidak menafkahi istri dan meninggalkannya tanpa tanggungjawab.

"Penyebab perceraian lainnya juga dilatarbelakangi oleh masalah moral. Di antaranya karena poligami tidak sehat, krisis ahlak, dan sikap cemburuan yang berlebihan. Lalu disusul oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kemudian cacat biologis," katanya.

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016